Ilustrasi Coin Crypto. Foto: Dok TODAYNEWS TODAYNEWS.ID – Klaim Indodax soal keamanan candangan aset kripto dipertanyakan pasca serangan siber yang berasal dari Korea Utara pada September 2024 lalu.
Manajemen menyatakan seluruh dana nasabah dan aset cadangan tetap aman.
“Saldo aset member, baik rupiah maupun kripto, akan tetap sama persis seperti sebelumnya,” kata CEO Indodax saat itu, Oscar Darmawan, dalam keterangan pers, September 2024.
Keyakinan tersebut mendorong aktivitas perdagangan. Apalagi, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) memasukan BotX ke dalam daftar whitelist aset kripto di perdagangan Indonesia pada Januari 2025 lalu.
“Dengan publikasi tersebut, kami dan para trader tetap melakukan perdagangan, ditambah keputusan Bappebti memasukkan BotX ke dalam whitelist,” ujar perwakilan pengembang BotX, Randi Setiadi Rabu (31/12/2025).
Ia mengatakan, pasca pergantian CEO Indodax dari Oscar Darmawan ke William Sutanto pada Mei 2025, situasi berubah drastis.
Ia mengatakan, Indodax menghentikan layanan penarikan dana dengan alasan sedang melakukan maintenance. Namun, layanan penarikan dana tidak pernah dibuka kembali hingga BotX dikeluarkan dari bursa.
“Withdraw disuspend dengan alasan maintenance dan tidak pernah dibuka sampai BotX dide-listing pada Oktober 2025,” tuturnya.
Pada Juli 2025, kata dia, Indodax menghubungi pengambang dengan rencana membeli token BotX untuk cadangan internal. Namun, harga diajukan jauh di bawah pasar.
Randi berujar, Indodax menawar harga Rp10 sampai Rp100 per token. Padahal, harga pasaran saat itu sebesar Rp4.948. “Kami menolak karena tidak wajar,” ujar Randi.
Karena merasa ada kejanggalan, pengembang BotX melaporkan dugaan kekurangan likuiditas, penyalahgunaan saldo pengguna, serta ketiadaan cadangan token di wallet kustodian kepada Komite Pengawasan Bursa Kripto CFX pada September 2025.
“Akhirnya kami melaporkan kekurangan likuiditas BotX, dugaan penyalahgunaan saldo pengguna, dan tidak adanya cadangan token di wallet kustodian,” kata Randi.
Adapun laporan tersebut berujung pada terbitnya Surat Keputusan CFX bernomor CFX/DIR-SK/019/X/2025 yang menghapus BotX dari Daftar Aset Kripto.
Pada hari yang sama, Indodax langsung menghentikan perdagangan token tersebut. “Hingga delisting dilakukan, tidak pernah ada informasi atau tindak lanjut apa pun dari Indodax kepada developer,” ucapnya.
Kemudian masalah berlanjut ketika Indodax pada 4 November 2025 meminta konfirmasi likuidasi token BotX dalam waktu 3×24 jam dengan harga referensi internal Rp341 per token.
“Kami menolak likuidasi sepihak tersebut dan meminta pengembalian dalam bentuk aset BotX,” ujar Randi.
Dia menilai rangkaian peristiwa ini bertentangan dengan klaim transparansi dan keamanan dana yang disampaikan manajemen Indodax.
Menurut Randi, publik tidak pernah diperlihatkan bukti cadangan aset sebagaimana dijanjikan.
“Paska serangan 11 September 2024, developer tidak pernah dilibatkan dalam audit. Ini bertolak belakang dengan pernyataan bahwa siapa pun bisa melihat dana cadangan,” imbuhnya.
Dia juga menyoroti pernyataan terbaru CEO Indodax William Sutanto yang menegaskan komitmen tanggung jawab dan transparansi tanpa menyinggung kasus BotX.
“Jika memang berkomitmen transparan, seharusnya masalah ini tidak perlu sampai ke OJK,” kata Randi.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan melalui Divisi Pengawasan tengah melakukan pemeriksaan lanjutan atas kasus tersebut.
Para trader berharap OJK menegakkan perlindungan konsumen sesuai Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024 agar potensi kerugian nasabah dapat dicegah.