Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo. Foto: Youtube Gereja Katedral JakartaTODAYNEWS.ID — Maraknya kepala daerah yang terjerat operasi tangkap tangan KPK menjadi sorotan dalam perayaan Natal 2025. Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo menyerukan perlunya tobat nasional sebagai refleksi moral atas krisis integritas para pejabat publik.
Seruan tersebut disampaikan Suharyo usai memberikan khotbah Natal di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Kamis (25/12/2025). Ia menilai jabatan publik semestinya digunakan untuk kebaikan bersama, bukan kepentingan pribadi.
Suharyo menyinggung maraknya pemberitaan tentang kepala daerah yang ditangkap KPK. Menurutnya, kondisi itu menunjukkan adanya penyimpangan dalam penggunaan jabatan.
“Kalau sekarang kita membaca berita-berita, melihat televisi hari-hari ini, sudah sekian kali kita membaca berita bupati ini ditangkap KPK, gubernur itu, dan sebagainya,” kata Suharyo. Ia menilai jabatan yang tidak digunakan untuk kepentingan umum menuntut pertobatan.
“Ini kan artinya jabatannya tidak untuk mewujudkan kebaikan bersama, dia harus bertobat,” ujarnya. Pernyataan tersebut ia sampaikan sebagai refleksi moral di momen Natal.
Suharyo menekankan pentingnya perubahan cara pandang para pejabat saat memegang amanah. Jabatan, kata dia, bukan sekadar posisi, melainkan tanggung jawab.
“Kalau dia diberi kesempatan untuk menjabat, harapannya tidak menduduki jabatan,” tutur Suharyo. Ia membedakan antara sekadar menduduki kursi dan mengemban amanah.
“Ketika saya memangku jabatan, beda, jabatan itu saya pangku untuk kebaikan bersama,” imbuhnya. Ia menegaskan kepentingan pribadi tidak boleh mendominasi keputusan pemimpin.
Seruan tobat nasional, menurut Suharyo, tidak hanya ditujukan kepada para pejabat. Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat melakukan refleksi bersama.
Suharyo menyinggung kerusuhan yang terjadi di Jakarta pada Agustus lalu sebagai bagian dari krisis moral bangsa. Peristiwa tersebut, katanya, menjadi pengingat perlunya pertobatan bersama.
“Maka beberapa waktu yang lalu, ketika sedang ramai-ramai akhir bulan Agustus, saya memberanikan diri untuk mengatakan bangsa ini membutuhkan pertobatan nasional,” ujar Suharyo. Ia menegaskan ajakan tersebut masih relevan hingga kini.
Di momen Natal 2025, Suharyo kembali menekankan pentingnya tobat nasional. Ia menyebut pertobatan sebagai upaya mengembalikan cita-cita kemerdekaan bangsa.
“Mengembalikan cita-cita kemerdekaan kita yang terumuskan dalam Pancasila,” kata Suharyo. Ia juga menyinggung nilai-nilai dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar refleksi.
Menurut Suharyo, tobat nasional berakar pada pertobatan batin. Pertobatan tersebut diarahkan untuk memuliakan Tuhan dan membaktikan hidup bagi sesama.
Selain persoalan integritas, Suharyo juga menyoroti kerusakan lingkungan yang memicu bencana. Ia menegaskan pentingnya pertobatan ekologis yang akan terus disuarakan.
“Keuskupan Agung Jakarta memberi perhatian pada yang namanya tanggung jawab untuk menjaga lingkungan hidup,” katanya. Isu pertobatan ekologis disebut akan menjadi perhatian pada 2026.
Suharyo menjelaskan pertobatan ekologis dapat dimulai dari hal sederhana. Salah satu contohnya adalah mengurangi sampah makanan.
“Kalau ambil makanan ya jangan semau-mau matanya, tetapi diambil secukupnya supaya tidak menyisakan sampah,” jelas Suharyo. Ia menyebut langkah kecil tersebut sebagai bagian dari pertobatan ekologis.
Contoh lain yang disampaikan adalah mengurangi penggunaan kantong plastik. Menurutnya, kebiasaan kecil tersebut mencerminkan kepedulian terhadap lingkungan.
“Macam-macam hal kecil seperti itu, salah satu bentuk pertobatan,” tuturnya. Ia menegaskan pertobatan ekologis mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.