x

KPK Tahan Enam Tersangka Kasus Suap Proyek Dinas PUPR OKU

waktu baca 3 menit
Senin, 17 Mar 2025 12:04 162 Afrizal Ilmi

TODAYNEWS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan enam tersangka dalam kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.

Penahanan dilakukan setelah tim penyidik melakukan pemeriksaan intensif selama 24 jam pasca-Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu (15/3/2025).

Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan KPK Cabang C1 dan K4. Mereka terbagi dalam dua klaster, yakni penerima dan pemberi suap.

Empat tersangka dari kelompok penerima suap adalah Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU, Nopriansyah (NOV), Ketua Komisi III DPRD OKU, M. Fahrudin (MFR), Anggota Komisi III DPRD OKU, Ferlan Juliansyah (FJ), serta Ketua Komisi II DPRD OKU, Umi Hartati (UH).

Sementara itu, dua tersangka dari pihak swasta yang berperan sebagai pemberi suap adalah M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

KPK mengungkap skema suap yang melibatkan pemufakatan jahat antara pihak eksekutif dan legislatif di Kabupaten OKU.

Kasus ini berawal dari pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025 pada Januari 2025.

Modus Pokir

Dalam proses tersebut, DPRD OKU meminta jatah “pokir” atau pokok pikiran yang kemudian dikonversi menjadi proyek fisik senilai Rp40 miliar.

“Untuk Ketua dan Wakil Ketua, nilai proyek yang disepakati adalah Rp5 miliar, sementara untuk anggota DPRD sebesar Rp1 miliar,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto.

Karena keterbatasan anggaran, nilai proyek akhirnya turun menjadi Rp35 miliar.

Namun, fee tetap dipatok sebesar 20 persen dari total nilai proyek, sehingga mencapai Rp7 miliar.

Setelah APBD 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR mengalami lonjakan signifikan, dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar.

Hal ini menunjukkan adanya kesepakatan antara pihak legislatif dan eksekutif di OKU.

Dalam skema ini, Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR menawarkan sembilan proyek kepada MFZ dan ASS dengan komitmen fee 22 persen.

Dari jumlah tersebut, 2 persen diperuntukkan bagi Dinas PUPR, sementara 20 persen menjadi jatah DPRD.

NOP kemudian mengatur pemenang proyek dengan menunjuk beberapa perusahaan asal Lampung Tengah. Proses penandatanganan kontrak pun dilakukan di wilayah tersebut.

“Beberapa proyek tersebut termasuk rehabilitasi rumah dinas bupati senilai Rp8,3 miliar, pembangunan kantor Dinas PUPR Rp9,8 miliar, hingga peningkatan jalan di beberapa desa,” ungkap Setyo.

Perusahaan Pinjam Nama

Selain proyek infrastruktur, ada pula pembangunan jembatan dan peningkatan jalan dengan nilai bervariasi, mulai dari Rp983 juta hingga Rp4,9 miliar.

Semua proyek ini dikerjakan oleh perusahaan yang diduga hanya dipinjam namanya.

“Yang sebenarnya mengerjakan proyek-proyek ini adalah MFZ dan ASS, sementara perusahaan hanya digunakan sebagai bendera,” jelas Setyo.

Kasus ini kembali menyoroti praktik korupsi dalam proyek infrastruktur daerah.

KPK menegaskan akan terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap pihak lain yang terlibat dalam skema suap ini.

 

Post Views163 Total Count
LAINNYA
x