Jakarta- Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki mengatakan, untuk meningkatkan kapasitas usahanya, Usaha Kecil Menengah (UKM) harus bisa menggalang pendanaan dari publik melalui pasar modal.
Salah upaya peningkatan kapasitas itu adalah dengan memberikan pendampingan dan inkubasi bisnis agar UMKM layak bisa melepas sahamnya ke publik.
”Agar UMKM bisa mencari alternatif pendanaan di luar pembiayaan perbankan,” ujar Teten, usai penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Koperasi dan UKM dan Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Dari data Kementerian Koperasi dan UKM, hingga kini ada 30 juta UMKM yang belum mengakses pendanaan perbankan. Dampaknya, 6 juta unit di antaranya terpaksa mengakses pembiayaan dari rentenir.
Saat ini, dari 864 perusahaan emiten, baru 3,8 persen dari total emiten atau 33 UMKM yang menjual sahamnya ke publik. UMKM pun bisa melantai di bursa. Ini dilakukan agar mereka bisa memperluas alternatif pendanaan selain perbankan.
Itu sebabnya BEI yang berperan sebagai pendamping inkubasi bisnis, terus meningkatkan kapasitas pelaku UMKM agar naik kelas, sehingga layak dan bisa melepas sahamnya ke publik. Hal ini juga menjadi prioritas Himpunan Pengusaha Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Atau Kahmi (HIPKA).
Melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) HIPKA, Ahmad Muntaha, lewat lantai bursa, HIPKA akan mendorong kiprah bisnis anggotanya guna menggalang pendanaan dari publik melalui pasar modal, selain dari sektor perbankan.
Setelah HIPKA melakukan MOU dengan BEI medio Maret lalu, mereka segera bersiap memberikan pelatihan pendampingan dan inkubasi bisnis, agar anggota HIPKA yang memiliki bisnis usaha UMKM, layak dan bisa melepas sahamnya ke publik.
“Proses pelatihan edukasi pasar modal ini, akan kami inisiasi mulai bulai Juli nanti, dan proyeksinya running di lima titik. Sementara ini, prioritasnya ada di pulau Jawa (3 titik atau wilayah), Sulawesi (1 titik) dan Sumatera (1 titik),” ucap Ahmad, pada Kamis (8/6/2023). Ia juga berharap selain anggota HIPKA yang aktif, pelatihan ini juga bisa menjaring anggota baru, untuk terlibat dalam edukasi tata kelola bisnisdi pasar modal yang baik.
Sejalan dengan target HIPKA yang akan mencetak minimal satu perusahaan per tahun, untuk listing di bursa, maka program pelatihan pasar modal ini dianggap krusial. Dengan kondisi seperti ini, Ahmad merasa perlu ada keterlibatan dari inkubator, untuk meningkatkan skala usaha dan merapikan sistem keuangan pelaku UMKM.
“Jika menunggu usaha kecil tumbuh secara organik, ya waktunya akan lama. Padahal, banyak sektor usaha sejenis yang bisa diagregasi dan dikonsolidasi, agar membuat skala usaha mereka masuk batas minimum BEI, sehingga bisa listing di bursa saham. Itu perlunya edukasi dan pelatihan, terkait syarat dan ketentuan bisnsis di pasar modal,” jelas alumni Universitas Airlangga Fakultas Farmasi tahun 1987.
Sebagai catatan, salah satu contoh UMKM yang berhasil berkembang menjadi perusahaan besar dan mencatatkan sahamnya di pasar modal adalah PT Sari Kreasi Boga Tbk, atau biasa disebut Kebab Turki Baba Rafi, yang berkode saham RAFI. Selain itu, ada perusahaan rintisan teknologi bidang pariwisata, yakni PT Tourindo Guide Indonesia yang berkode saham PGJO.
Terkait keberhasilan itu, Ahmad juga mengapresiasi gerakan kemandirian dan kebangkitan ekonomi anak muda HIPKA di Sukoharjo, Jawa Tengah, yang sukses mendirikan sebuah bisnis usaha minimarket yang disebut HIPKAMart, yang pertama di Indonesia. HIPKAMart menghadirkan tempat belanja yang nyaman, lengkap dan harga bersaing.
“Ini merupakan bagian inisiasi program kerja HIPKA bidang otonom yakni Badan Ketahanan Pangan dan Bisnis Retail. Dengan menangkap peluang bisnis retail Mart, HIPKA memberi alternatif model bisnis yang potensial kepada anggotanya,” beber mantan Ketua Badan di DPP Ikatan Apoteker Indonesia 2014-2018..
Menurutnya, pasar kebutuhan pokok memang selalu menjadi daya tarik bagi market, untuk digeluti pebisnis retail, terutama anggota HIPKA. Sebagai gambaran, skema kerjasama bisnis yang berlaku di HIPKAMart merupakan skema profit sharing (bagi hasil) yang terhitung terjangkau, jika dibandingkan dengan model bisnis dengan pemain minimarket yang sudah ada.
“Lebih soft (terjangkau) modalnya dan margin (keuntungannya) lebih bagus dari kompetitor yang sudah ada ya. Karena yang saya tau, itu Franchise Fee (biaya waralaba atau royalty) yang dikenakan, tidak terlalu besar seperti di tempat lain. Terutama bagi pebisnis HIPKA yang memiliki asset atau utilitas, ini sangat terjangkau bujetnya,” terang pria yang pernah menjabat komisaris utama PT. Kimia Farma Diagnostik ini.
Dengan kehadiran HIPKAMart, turut berkontribusi membuka lapangan pekerjaan di kawasan sekitar. Launching dilakukan pada Sabtu (27/5/2023) lalu. Sebagai informasi, Hipkamart yang berdiri di Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo ini, menjadi Hipkamart pertama di Indonesia. Proses pembangunan Hipkamart di Sukoharjo memakan waktu sekira 5 bulan.
Nanang Anggoro sebagai pendiri Hipkamart juga secara terbuka menyatakan siap membantu siapapun anak bangsa di Indonesia yang ingin mengadopsi konsep Hipkamart dan mendirikannya di daerah masing masing. “Target dari HIPKA akan membuka toko minimal 10 gerai per tahun. Dan juga menjadi etalase atau marketplace bagi produk UMKM lokal,” tambah Nanang, yang juga Direktur Utama PT Baladhika Investama Nusantara.
Pihaknya yakin, dengan skema kolaborasi dan sinergi yang selama ini diusung, target tersebut akan tercapai secara baik. Selain Pengurus BPP HIPKA, launching juga dihadiri puluhan warga sekitar yang ikut mendoakan kesuksesan HIPKAMart. Hadir juga dalam grand opening tersebut, Wakil Ketua Umum BPP HIPKA, Muhammad Herviano, yang diwakili oleh Ibrahim Galih Akbar.
Tampak hadir, Ketua Umum Badan Pengurus Wilayah (BPW) HIPKA Jawa Tengah, Ferry Firmawan. Gerai HIPKAMart pertama di Indonesia itu, berada di Jalan Raya Tawangsari-Weru, tepatnya di Dukuh Muning, Desa Watubonang, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Jawa Tengah. (sat)