x

MAKI Kecewa KPK Hentikan Penyidikan Korupsi Tambang Konawe Utara

waktu baca 3 menit
Minggu, 28 Des 2025 10:20 1 Afrizal Ilmi

TODAYNEWS.ID — Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara.

MAKI menilai langkah tersebut janggal karena perkara itu sebelumnya telah diumumkan memiliki tersangka.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menegaskan pihaknya akan mengirimkan surat ke Kejaksaan Agung (Kejagung). MAKI meminta Kejagung menangani perkara tersebut dari awal melalui penyidikan baru.

“Saya menyesalkan penghentian itu karena sudah diumumkan tersangkanya itu bahkan diduga menerima suap,” ujar Boyamin Saiman kepada wartawan, Minggu (28/12/2025).

Pernyataan itu disampaikan sebagai respons atas penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh KPK.

Boyamin mengungkapkan bahwa surat telah dikirimkan kepada Kejaksaan Agung. Surat tersebut berisi permintaan agar Kejagung mengambil alih penanganan perkara tambang Konawe Utara.

“Saya sudah berkirim surat ke Kejaksaan Agung untuk menangani perkara ini, untuk memulai penyidikan baru atau mulai penanganan baru berkirim surat,” imbuhnya. Ia berharap Kejagung merespons cepat langkah tersebut.

Selain berkirim surat, MAKI juga berencana menempuh jalur hukum melalui praperadilan. Gugatan itu ditujukan untuk meminta hakim membatalkan penghentian penyidikan oleh KPK.

“Saya juga akan menempuh upaya praperadilan untuk membatalkan SP3 itu,” kata Boyamin. Namun, ia membuka kemungkinan menunda langkah tersebut jika Kejagung segera memproses kasus itu.

KPK sebelumnya menerbitkan SP3 terhadap kasus dugaan korupsi izin tambang yang disebut merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun. Penghentian penyidikan itu dilakukan setelah proses penyidikan dinyatakan tidak menemukan kecukupan bukti.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa perkara tersebut terjadi pada 2009. Ia menyebut penyidik telah melakukan pendalaman, namun tidak menemukan bukti yang cukup.

“Bahwa tempus perkaranya adalah 2009 dan setelah dilakukan pendalaman pada tahap penyidikan tidak ditemukan kecukupan bukti,” ujar Budi. Ia menambahkan bahwa tersangka telah diumumkan pada 2017.

Menurut Budi, penerbitan SP3 dilakukan untuk memberikan kepastian hukum. KPK juga menyatakan tetap membuka ruang jika ada informasi baru dari masyarakat.

“Sehingga KPK menerbitkan SP3 untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak terkait,” ujarnya. “Kami terbuka, jika masyarakat memiliki kebaruan informasi yang terkait dengan perkara ini untuk dapat menyampaikannya kepada KPK,” lanjut Budi.

Kewenangan KPK menerbitkan SP3 muncul setelah revisi Undang-Undang KPK pada 2019. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Kasus dugaan korupsi ini pertama kali diumumkan KPK pada 3 Oktober 2017. Saat itu, KPK menetapkan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman sebagai tersangka.

“Menetapkan ASW (Aswad Sulaiman) sebagai tersangka,” ucap Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang. Pengumuman tersebut disampaikan di Gedung KPK, Jakarta Selatan.

Saut menyebut kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp 2,7 triliun. Ia bahkan membandingkan besarnya nilai kerugian tersebut dengan kasus korupsi e-KTP.

“Indikasi kerugian negara yang sekurang-kurangnya Rp 2,7 triliun yang berasal dari penjualan produksi nikel,” kata Saut. Kerugian itu diduga berasal dari proses perizinan tambang yang melawan hukum.

 

Pilkada & Pilpres

INSTAGRAM

4 hours ago
16 hours ago
20 hours ago
1 day ago

LAINNYA
x
x