Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak. Foto: IstimewaTODAYNEWS.ID – Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak, menilai stagnasi Industri manufaktur di Indonesia bukan semata karena persoalan siklus ekonomi global, melainkan akibat ketidaksinkronan kebijakan fiskal dan perdagangan di dalam negeri.
“Manufaktur kita masih hidup, tapi napasnya pendek. Biaya produksi tinggi, sementara pasar domestik dibanjiri barang impor,” kata Amin dalam keterangan yang diterima, Sabtu (20/12/2025).
Sebagai informasi, industri manufaktur masih menjadi salah satu penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. Hingga akhir 2025, kontribusinya tercatat 17,39 persen.
Namun capaian tersebut dinilai belum mencerminkan kekuatan struktural industri nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan manufaktur cenderung melambat, sementara tekanan dari impor semakin besar.
Merujuk data Bank Indonesia (BI), menunjukkan bahwa sektor manufaktur masih berada di zona ekspansi berdasarkan Purchasing Managers’ Index (PMI).
Namun, BI juga mencatat bahwa tekanan biaya input dan persaingan dengan produk impor menjadi faktor utama yang menahan ekspansi industri sepanjang 2025.
Masalah utama industri ini, kata Amin, terletak pada struktur tarif impor yang timpang.
“Banyak industri manufaktur masih bergantung pada bahan baku impor, tetapi bahan baku tersebut justru dikenai bea masuk cukup tinggi. Akibatnya, ongkos produksi meningkat dan margin industri tergerus,” ucapnya.
Di sisi lain, barang jadi impor semakin mudah masuk ke pasar domestik. Sejumlah produk bahkan menikmati tarif nol persen sebagai konsekuensi perjanjian dagang Indonesia dengan berbagai negara dan kawasan, termasuk ASEAN dan Uni Eropa.
“Industri kita dipajaki di hulu, lalu ditinggal bertarung sendiri di hilir. Ini bukan persoalan daya saing semata, tapi desain kebijakan,” ujar Amin.
Kementerian Keuangan dalam beberapa laporannya mencatat bahwa liberalisasi perdagangan memang memperluas akses pasar.
“Namun tanpa kebijakan penyeimbang, liberalisasi juga berpotensi menekan industri domestik, terutama sektor manufaktur menengah yang belum efisien secara skala,” pungkasnya.