TODAYNEWS.ID — Istilah “Klasemen Liga Korupsi Indonesia” ramai diperbincangkan di media sosial sebagai bentuk sindiran terhadap maraknya kasus korupsi di Tanah Air.
Warganet menggunakan konsep klasemen seperti dalam sepak bola untuk mengurutkan kasus korupsi berdasarkan besarnya kerugian negara.
Fenomena ini semakin viral setelah terungkapnya kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Patra Niaga.
Kasus tersebut disebut-sebut merugikan negara hingga Rp 968,5 triliun, menjadikannya sebagai skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Selain kasus Pertamina, terdapat sepuluh kasus megakorupsi lain yang masuk dalam daftar klasemen versi warganet.
Di posisi kedua adalah kasus korupsi PT Timah dengan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun, yang sebagian besar berasal dari kerusakan lingkungan akibat pertambangan ilegal.
Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menempati peringkat ketiga dengan nilai kerugian mencapai Rp 138 triliun. Skandal ini terjadi pada masa krisis moneter 1997-1998, di mana dana talangan untuk perbankan justru disalahgunakan dan tak dikembalikan.
Di posisi keempat adalah penyerobotan lahan oleh PT Duta Palma Group, yang menyebabkan kerugian negara Rp 78 triliun. Pemilik perusahaan, Surya Darmadi, telah divonis 15 tahun penjara, namun publik menilai hukuman tersebut belum sebanding dengan dampak korupsi yang ditimbulkan.
Sementara itu, kasus PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang berkaitan dengan pengolahan kondensat ilegal menempati peringkat kelima.
Kerugian negara dalam skandal ini mencapai Rp 37,8 triliun, dan beberapa tersangka telah dijatuhi hukuman, meski ada yang masih buron.
Korupsi di PT Asabri dan PT Jiwasraya juga masuk dalam daftar klasemen ini, dengan nilai kerugian masing-masing Rp 22,7 triliun dan Rp 16,8 triliun. Kedua kasus ini melibatkan penyimpangan dalam pengelolaan dana investasi yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan prajurit TNI dan Polri.
Selain itu, kasus korupsi izin ekspor minyak sawit yang terjadi pada 2021-2022 menempati posisi kedelapan dalam klasemen dengan nilai kerugian Rp 12 triliun. Skandal ini melibatkan sejumlah pejabat Kementerian Perdagangan yang memberikan izin ekspor secara ilegal.
Di peringkat sembilan ada kasus pengadaan pesawat Garuda Indonesia, yang merugikan negara Rp 9,37 triliun akibat markup harga dan pengadaan yang tidak sesuai kebutuhan. Mantan Dirut Garuda, Emirsyah Satar, telah divonis dalam kasus ini.
Dua kasus terakhir yang masuk dalam daftar ini adalah korupsi proyek BTS 4G dengan kerugian Rp 8 triliun, serta skandal Bank Century yang merugikan negara Rp 7 triliun. Kedua kasus ini menjadi bukti bagaimana praktik korupsi terus merajalela di berbagai sektor.
Fenomena “Klasemen Liga Korupsi Indonesia” mencerminkan betapa besarnya kekecewaan publik terhadap penegakan hukum di negeri ini. Banyak warganet yang menyebut korupsi di Indonesia sudah seperti ajang kompetisi, dengan pelaku yang terus berlomba mencetak rekor baru dalam jumlah penyelewengan uang negara.
Meski berbagai kasus telah terungkap, publik masih mempertanyakan efektivitas penegakan hukum dan hukuman yang diberikan kepada para pelaku. Banyak yang berharap agar daftar klasemen ini tidak terus bertambah panjang dan Indonesia bisa segera keluar dari “kompetisi” yang memalukan ini.