TODAYNEWS.ID – Untuk meningkatkan kesadaran pelaku kegiatan perfilman dalam memilah, memilih serta menentukan film yang akan dibuat, diedarkan dan dipertunjukkan kepada masyarakat, Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia melaksanakan kegiatan literasi penyensoran.
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya menjaga agar produksi, peredaran dan pertunjukan film sesuai dengan peraturan dan kebijakan di Indonesia.
Dalam diskusi yang digelar di Mercure Hotel City Center, Jalan Lengkong Besar, Kota Bandung, Rabu (9/7/2025), dilaksanakan sebagai bentuk pelayanan dan peningkatan kualitas penyensoran film dan iklan film pada era digital, dimana LSF menyediakan layanan penyensoran berupa aplikasi Sistem Adminitrasi Penyensoran Berbasis Elektronik (e-SiAS).
“Aplikasi e-SiAS ini merupakan sistem layanan administrasi berbasis elektronik/online, mulai dari pembukaan akun, pendaftaran, pengajuan, pembayaran tarif, proses penyensoran, penyusunan Berita Acara Penyensoran (BAP) hingga penerbitan STLS. Melalui sistem ini pelaku kegiatan perfilman di Indonesia dapat menyensorkan filmnya dari daerah masing-masing dan mengirimkan materi filmnya secara online,”kata Ketua Komisi I LSF RI, Tri Widyastuti Setyaningsih, M.Sn.
Dirinya melanjutkan, aplikasi eSiAS diharapkan dapat memberi kemudahan bagi para pemangku kepentingan perfilman dalam mendapatkan STLS dengan lebih cepat, efektif, dan efisien. Dengan demikian, jarak bukan lagi alasan untuk mengabaikan kewajiban mendapatkan STLS.
Pada tahun 2025 ini, tim LSF meningkatkan kegiatan literasi penyensoran. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, literasi diutamakan kepada pembuat/produsen/pelaku kegiatan perfilman (baik profesional maupun siswa/mahasiswa/komunitas).
Pada kegiatan kali ini, LSF melengkapi kegiatannya dengan melakukan bimbingan teknis (Bimtek) pembuatan akun serta pengoperasian aplikasi e-SiAS ke beberapa daerah di Indonesia yang dinilai memiliki sumber daya pembuat film dan iklan film dan memiliki pertumbuhan kegiatan perfilman, salah satunya adalah di Kota Bandung, Jawa Barat.
Selain Ketua Komisi I LSF RI, Tri Widyastuti Setyaningsih acara ini juga dihadiri Ketua Subkomisi Desa Sensor Mandiri dan Komunitas, Hairus Salim HS.
Sementara kegiatan Literasi e-SiAS dibuka oleh Retno Raswaty, S.S., M.Hum., Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IX, Jawa Barat.
Kegiatan ini diikuti 100 peserta yang dihadiri 24 komunitas film Bandung, Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan kekhususan kompetensi bidang Produksi Film, Broadcasting dan Siaran Program Televisi.
Dirinya pun menjelaskan bahwa saat ini LSF telah menyediakan layanan yang mudah, ringkas dan efisien melalui aplikasi e-SiAS, baik untuk penayangan di bioskop, di TV maupun di OTT.
“Para pembuat film dari provinsi manapun di Indonesia ini dapat membuat akun e-SiAS secara daring, bisa didaftarkan oleh perorangan, komunitas film, instansi pendidikan maupun rumah produksi,”lanjutnya.
Selanjutnya, semua proses dari pendaftaran, pengiriman materi film dan iklan film, pembayaran tarif, penyusunan Berita Acara Penyensoran (BAP) hingga penerbitan STLS bisa dilakukan secara online, tidak perlu ke Jakarta, dengan SOP maksimal 3 (tiga) hari kerja.
Sementara Hairus Salim HS, dalam sambutannya mewakili LSF, mengharapkan kegiatan literasi ini bisa meningkatkan tanggung jawab para pekerja dan pegiat film, mengingat besarnya pengaruh film dari segi budaya, sosial, pendidikan dan lain-lain terhadap masyarakat.
Dengan hadir langsung ke daerah-daerah, LSF berharap dapat bertemu langsung dengan insan kreatif dari ekosistem perfilman untuk memberikan pemahaman akan kemudahan proses untuk mendapatkan STLS sebelum film ditayangkan, diedarkan dan dipertunjukkan, serta terbangun kebiasaan taat sensor.
“Dengan kegiatan Literasi e-SiAS ini, diharapkan dapat menambah pemahaman masyarakat tentang perfilman, khususnya tentang LSF dan kebijakan dalam layanan penyensoran film dan iklan film serta meningkatkan kualitas dan kuantitas proses penyensoran dan pelayanan administrasi penyensoran film dan iklan film LSF,”tandasnya.
Perlu diketahui, Penyensoran film merupakan amanat dari Pasal 57 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, dengan tujuan utama untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif mengkonsumsi film dan iklan film.
Karena itu, setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan dipertunjukkan wajib mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film Indonesia (LSF). ***
Tidak ada komentar