Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi. Foto: Istimewa TODAYNEWS.ID – Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi, menyoroti adanya 5.000 titik dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang fiktif. Ia meminta agar persoalan ini tak berdampak terhadap pemenuhan gizi bagi anak-anak.
Adapun temuan mencengangkan itu mengemuka dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI bersama Badan Gizi Nasional (BGN) pada, Senin (15/9) kemarin. Temuan ini disebut muncul ketika BGN melakukan pemulihan pada sistemnya. Hasilnya, ada 5.000 unit dapur MBG yang belum ada dapur fisiknya atau fiktif.
“Angka ini memicu dugaan adanya ‘dapur fiktif’, meski BGN menyebut di lokasi tersebut belum dibangun walau sudah tercatat,” kata Nurhadi, Rabu (17/9/2025).
Sebagai informasi, MBG yang menjadi program prioritas nasional pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ternyata menghadapi berbagai kendala di lapangan.
Pembangunan dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di sejumlah wilayah terindikasi fiktif meski tercatat di sistem, seperti di Desa Nanggerang, Cililin, Kabupaten Bandung Barat.
Beberapa proyek pembangunan SPPG diduga hanya dilakukan untuk memblokir lokasi dan mengamankan data penerima manfaat. Bahkan sejumlah yayasan dan perusahaan terindikasi berlomba-lomba membangun dapur MBG demi menjadi mitra Badan Gizi Nasional (BGN), namun tidak semua proyek berjalan sesuai rencana.
Untuk itu, Nurhadi mengungkapkan, dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI kemarin, BGN mengungkap bahwa ada 5.000 unit dapur MBG yang tidak beroperasi di lapangan, di mana kasus ini terjadi karena beberapa oknum diduga tahu detail seluk-beluk proses pendirian SPPG di BGN.
“Jadi ada oknum yang tahu sistem BGN, tahu dia cara daftarnya seperti apa dan pakai yayasannya dia. Setelah oknum ini mengunci titiknya ternyata dia nggak bangun-bangun dapurnya, dan saat menuju 45 hari dijual-lah titik itu dengan ditawarkan ke investor,” paparnya.
Nurhadi pun menilai temuan tersebut tidak bisa dipandang sepele. Sebab program MBG menyerap anggaran jumbo yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
“Dengan porsi anggaran sebesar itu, transparansi dan akuntabilitas mutlak diperlukan,” tegasnya.
“Ribuan titik dapur yang mangkrak bukan sekadar soal teknis, melainkan menyangkut hak anak-anak Indonesia untuk mendapatkan asupan gizi yang layak sesuai mandat program,” lanjut Nurhadi.
Nurhadi lantas menyoroti lemahnya mekanisme verifikasi dan pengawasan lapangan sejak awal. Ia mempertanyakan penjelasan BGN terkait lokasi yang belum dibangun dapur untuk program MBG tetapi sudah tercatat.
“Bagaimana mungkin ribuan lokasi sudah terdaftar, tetapi tidak menunjukkan progres pembangunan meski melewati tenggat waktu 45 hari,” tukas Nurhadi.
“Sistem yang longgar membuka celah terjadinya praktik percaloan, dominasi investor besar, hingga penyalahgunaan dana publik, seperti temuan dugaan ‘konglomerasi yayasan’ oleh lembaga pemantau independen,” tambah Nurhadi.
Untuk itu, Nurhadi mendesak BGN untuk segera mempublikasikan data rinci terkait titik lokasi, status pembangunan, dan jadwal operasional seluruh SPPG.
Nurhadi juga meminta BGN untuk memperbaiki sistem verifikasi agar dilakukan paralel sejak proses pengajuan, bukan setelah masalah mencuat.
“BGN harus menjamin percepatan pembangunan agar hak anak-anak atas gizi tidak terus tertunda,” tegas Legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.
Tidak ada komentar