Mengembalikan Nilai HMI
Oleh: Dibyo Gumelar Al’Arighi (Kandidat Ketua Umum PB HMI 2023 – 2025)
Kongres HMI ke-32 bukan momentum perebutan kekuasaan. Lebih dari itu, harus dimaknai sebagai ruang pertukaran ide dan gagasan.
Dinamika yang sengit dan alot selalu mengiringi proses sebelum dan saat Kongres berlangsung. Ini adalah fakta yang tak bisa terelakkan. Bahkan suasana menegangkan tidak hanya terjadi di dalam arena, sesaat sebelum kongres, tak jarang terjadi kerusuhan di berbagai titik.
Sebuah pertanyaan seharusnya diajukan kepada setiap insan yang memilih jalan pengabdian di HMI; Apa yang sebenarnya kita cari? Apakah kita menjadikan HMI sebagai alat untuk mencapai kebermanfaatan personal? Mengapa kongres harus diwarnai dengan aksi-aksi anarkis? Bukankah ini yang menciderai nilai-nilai intelektual HMI? Alih-alih menjaga nama baik organisasi, yang kita lakukan hari ini hanyalah mempermalukan HMI.
Tak sedikit kritik menghujani HMI. Teringat pada sebuah buku dengan genre pop berjudul Enaknya Berdebat Dengan Orang Goblok karya Puthut EA. Dalam sebuah Bab, beliau berkata “Sudah bukan waktunya untuk menghakimi HMI, namun kini saatnya untuk menertawakan HMI”. Kalimat ini cukup untuk membuat dahi mengkerut dan perut tergelitik.
Bisa jadi, pikiran ini muncul atas situasi dimana manuver-manuver politik nasional selalu dibarengi dengan tindak tanduk HMI. Nilai-nilai organisasi yang modern nan akademis seolah memudar, didominasi oleh sifat-sifat yang politis nan pragmatis. Padahal, HMI harus mampu menjaga diri untuk tetap berada dalam “batas-batas kultural yang tak terlanggar”. Selain itu, rasa-rasanya, HMI turut terjebak pada penetrasi budaya birokratis. Organisasi ini mulai mengembangkan berbagai prosedur dan mekanisme yang bersifat struktural. Sebetulnya, ini adalah kondisi yang wajar dan tak perlu dirisaukan sejauh ia dipahami sebagai momen penguatan manajemen organisasi sebagai perwujudan dari dinamika yang kreatif.
Titik Balik HMI: Generasi ke-4
Menjadi adaptif ditiap generasi adalah alasan utama yang menyebabkan HMI masih eksis hingga hari ini. Dimulai dari generasi pertama, para pendiri beserta kawanannya bertarung melawan neo-kolonialisme Belanda menuju kemerdekaan bangsa. Generasi berikutnya, HMI berkontribusi besar pada agenda-agenda pembangunan nasional. Generasi ke-3 (pasca reformasi), organisasi islam ini berhasil keluar dari masa krisis. Semua dilakukan atas nama bangsa dan negara untuk menjalankan amanat misi abadi.
Jika kita bagi 1 generasi HMI dengan 25 tahun, maka himpunan ini akan memasuki generasi ke-4. Maka akan jadi apa organisasi ini di masa depan?
HMI harus kembali pada rumusan normatif yang bersifat independen, mengembalikan fungsi organisasi kader dan beridentitaskan Islam dengan corak nasional. Mengutip sebuah tulisan karya M.Shohibuddin yang berjudul Re-Thingking HMI, perlu untuk segera melakukan rekayasa organisasi yang mengacu pada nilai-nilai dasarnya untuk dapat memenuhi berbagai tuntutan dari perkembangan yang ada.
Lebih jauh, menghadapi era disrupsi, organisasi ini harus mampu menjadi himpunan yang cepat dan lincah. Bukan dalam konteks politik, tapi ketika dihadapkan pada situasi global yang berdampak tidak hanya pada masyarakat Indonesia namun juga dunia. Proses ini bisa terjadi jika organisasi didukung dengan sumber daya yang maksimal. Penulis kira, tak sedikit kader yang memiliki kemampuan intelektual tinggi.
Kita selalu sibuk untuk mengarahkan sumber daya yang ada pada hal-hal yang non substansial. Kongres, misalnya. Regenerasi itu penting, namun yang lebih penting dari itu adalah, bagaimana kita menyiapkan HMI untuk menjadi semakin besar dan bermanfaat. Sehingga, mobilisasi sumber daya dalam rangka manajemen pengetahuan organisasi menjadi topik penting yang seharusnya didiskusikan guna memaksimalkan gerak HMI kedepan.
Kongres ke-32 yang akan datang adalah momentum untuk bagi setiap kader mengejawantahkan setiap ide dan gagasan. Sebab rasa-rasanya, HMI perlu kembali menjadi gerakan substansial. Jika HMI sebagai organisasi adalah pohon dan karya adalah buah, maka kongres mendatang adalah media yang harus dipupuki oleh zat-zat yang memicu pertumbuhan maksimal organisasi. Hanya dengan ide dan gagasan, HMI dapat tumbuh menjadi organisasi yang mampu membangkitkan kesadaran praktis dalam menyelesaikan persoalan ummat, rakyat, dan bangsa dan dunia. (***)