Anggota Komisi IV DPR RI Slamet. Foto: Dok Fraksi PKSTODAYNEWS.ID – Anggota Komisi IV DPR RI Slamet, menyoroti lonjakan deforestasi di tiga provinsi Sumatera yang terdampak banjir bandang dan tanah longsor, setelah data terbaru menunjukkan hilangnya hutan secara signifikan.
Berdasarkan laporan Simontini 2024, disebutkan bahwa Sumatera Utara tercatat kehilangan 19.563 hektar, Sumatera Barat 10.521 hektar, dan Aceh 14.890 hektar.
Bahkan, laporan itu juga menyebutkan bahwa sebagian besar deforestasi berasal dari sektor berizin seperti perkebunan kayu, tambang, sawit, dan logging.
“Ketika kerusakan hanya didominasi pemegang izin, itu berarti pengawasan negara tidak berjalan sebagaimana mestinya,” kata Slamet dalam keterangannya, pada Jumat (5/12/2025).
Slamet menilai, lemahnya penegakan hukum di sektor kehutanan turut memperburuk situasi di ketiga lokasi terdampak bencana.
Dari semua operasi pengamanan hutan, lanjut dia, terdapat hanya satu kasus di Aceh, empat di Sumatera Utara, dan satu di Sumatera Barat yang berhasil mencapai tahap P21.
Sementara berdasarkan data Kementerian ESDM dan JATAM, mengungkap bahwa keberadaan 1.907 izin tambang aktif dengan luas lebih dari 2,45 juta hektar di Pulau Sumatera.
Menurut Slamet, kombinasi lemahnya penegakan hukum dan ledakan izin ekstraktif membuat kawasan hutan kehilangan fungsi ekologisnya secara cepat.
“Bagaimana masyarakat bisa terlindungi dari bencana jika kawasan lindung terus dipersempit oleh izin-izin besar?” tegasnya.
Kondisi tersebut semakin berdampak setelah deforestasi nasional melonjak 97.124 hektar atau 81,6 persen pada periode 2019–2024.
Karena itu, Komisi IV menilai pencatatan ini terkait erat dengan perubahan kebijakan melalui UU Cipta Kerja dan PP No. 23/2021 yang menghapus persetujuan DPR dalam alih fungsi kawasan hutan, termasuk hutan lindung.
Kebijakan ini mencakup sistem kontrol dan mengabaikan mandat menjaga minimal 30 persen kawasan hutan di setiap daerah.
“Ketika fungsi kontrol DPR dihilangkan, maka izin-izin tanpa keluar ada keseimbangan pengawasan. Dampaknya kini kita lihat langsung dalam bentuk bencana ekologis,” tutur Slamet.
Untuk itu, Slamet mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh izin kehutanan dan pertambangan untuk memperkuat pengawasan lapangan, dan meningkatkan keberanian dalam penegakan hukum.
Ia juga menegaskan bahwa revisi UU Cipta Kerja kini menjadi keharusan demi mengembalikan mekanisme check and balance serta menjaga kewajiban 30 persen tutupan kawasan hutan per daerah.
“Tanpa revisi peraturan tersebut, ia menilai kerusakan ekologi di Sumatera dan daerah lain hanya akan terus membesar dan kembali menimbulkan korban,” demikian politikus PKS itu.