TODAYNEWS.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelisik dugaan permainan kuota haji tambahan. Salah satu saksi yang diperiksa adalah Pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour), Khalid Zeed Abdullah Basalamah.
Khalid diperiksa penyidik pada Selasa, 9 September 2025. Informasi yang ia berikan dinilai membantu pengungkapan kasus tersebut.
“Didalami penyidik terkait dengan pengetahuannya bagaimana memperoleh kuota tambahan, bagaimana pelaksanaan ibadah haji di lapangan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Senin (15/9).
“Sehingga dalam pemeriksaan tersebut penyidik terbantu dari informasi dan keterangan yang disampaikan oleh saksi saudara KB.”
Budi menegaskan keterangan itu mendukung proses penyidikan. “Sehingga mendukung dalam proses pengungkapan perkara pengaturan kuota haji tambahan,” sambungnya.
Selain itu, KPK juga menerima pengembalian uang dari Khalid. Namun Budi belum membeberkan jumlah nominal yang dikembalikan.
“Ada pengembalian uang, benar, namun jumlahnya nanti kami akan update. Penyitaan itu masuknya,” kata Budi.
Menurut Budi, penyidik juga mendalami dugaan aliran uang ke pejabat Kementerian Agama. Fokusnya terkait alasan jemaah dengan kuota khusus bisa berangkat tanpa antrean.
“Kuota haji khusus ini dibagi kepada biro perjalanan melalui asosiasi,” jelasnya. “Ada yang diperjualbelikan antar-biro, ada juga yang langsung diperjualbelikan kepada para calon jemaah.”
Budi menyebut praktik tersebut menyimpang dari aturan antrean. “Kalau kita melihat urut kacangnya ya, kuota khusus itu kan ada antreannya ya, namun dalam pelaksanaan di 2024 ini ada yang berangkat tanpa antrean. Nah, ini prosesnya seperti apa,” ujarnya.
Keterangan ini membantu penyidik melacak pola aliran uang. Diskresi Kementerian Agama juga menjadi sorotan dalam kasus ini.
KPK mengungkap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pernah menandatangani SK pembagian kuota tambahan. Surat Keputusan (SK) Nomor 130 Tahun 2024 itu diteken pada 15 Januari 2024.
Aturan tersebut membagi kuota tambahan 20 ribu menjadi 10 ribu reguler dan 10 ribu khusus. Padahal, Pasal 64 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 2019 mengatur porsi haji khusus hanya 8 persen.
Dengan aturan itu, kuota reguler seharusnya bertambah menjadi 221.720 jemaah. Sementara kuota haji khusus hanya 19.280, bukan separuh dari tambahan kuota.
Pengungkapan kasus ini menegaskan adanya penyimpangan dalam tata kelola ibadah haji. KPK menyebut pemeriksaan saksi masih akan berlanjut.
Tidak ada komentar