TODAYNEWS.ID — Kejaksaan Agung menjelaskan alasan jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding atas vonis terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Banding dilayangkan karena keberatan atas pengembalian harta senilai Rp8 miliar kepada terdakwa.
“Kenapa kami banding? Karena pertimbangan barang bukti yang mengarah itu dikembalikan senilai Rp8 miliar. Kami tidak sepaham dengan itu,” ujar Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Sutikno, Rabu (25/6/2025).
Majelis hakim sebelumnya memvonis Zarof bersalah melakukan suap dan menerima gratifikasi. Perkara itu terkait penanganan kasus pembunuhan oleh Ronald Tannur.
Dalam putusannya, majelis hakim menyita uang Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram dari Zarof. Barang-barang tersebut dirampas untuk negara sebagai hasil dari tindak pidana.
Namun, hakim juga memutuskan bahwa harta Zarof senilai Rp8,8 miliar merupakan aset sah. Penilaian itu berdasarkan laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak tahun 2023.
“Berdasarkan laporan SPT harta kekayaan terdakwa sebesar Rp8.819.909.790 dianggap sebagai harta yang sah sehingga harus dikembalikan,” kata Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti.
Sutikno menilai pertimbangan hakim itu tidak sesuai dengan fakta penyitaan. Ia menyebut uang yang disita bukan berasal dari rekening resmi yang dilaporkan di SPT.
“SPT pajak itu otomatis terhadap uang yang ada di rekening. Sementara uang yang disita itu bukan uang di rekening. Berarti, kan, tidak ada hubungannya,” jelasnya.
Menurut Kejagung, uang Rp8 miliar tersebut bisa berasal dari hasil korupsi. Oleh karena itu, seharusnya tidak dikembalikan kepada terdakwa begitu saja.
Sutikno menegaskan, JPU tidak menggugat soal lamanya hukuman. “Sebenarnya kami banding karena itu. Bukan karena berat-ringan vonis,” ujarnya.
Sebelumnya, jaksa menuntut Zarof dengan pidana tambahan berupa perampasan aset. Barang bukti yang dimaksud termasuk uang dalam berbagai mata uang seperti rupiah, dolar Singapura, dan dolar Hong Kong.
Banding ini diharapkan dapat mengoreksi aspek perampasan aset hasil tindak pidana korupsi. Kejagung menilai pemulihan kerugian negara tak cukup hanya dengan hukuman penjara.
Tidak ada komentar