TODAYNEWS.ID — Prof. Jimly Asshiddiqie mengusulkan agar dilakukan Perubahan Kelima terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Menurutnya, pemerintahan baru pasca-Pemilu 2024 adalah momentum ideal untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan.
Jimly mengajukan lima isu strategis untuk dibahas dalam amandemen konstitusi. Isu itu meliputi penataan ulang parlemen, penguatan sistem presidensial, hingga pembentukan Mahkamah Etika Nasional.
Ia menilai sistem ketatanegaraan pasca-reformasi butuh evaluasi menyeluruh setelah berjalan 23 tahun. “Kita butuh reformasi gelombang kedua untuk menjawab tantangan zaman dan menata ulang sistem kenegaraan kita,” kata Jimly.
Pada struktur parlemen, Jimly mendorong pembubaran DPD dan menggantinya menjadi fraksi utusan daerah dalam DPR. Ia menyebut wakil daerah tetap bisa dipilih langsung atau lewat DPRD provinsi.
Jimly juga mengusulkan pengembalian fraksi utusan golongan dalam struktur MPR. “Utusan golongan sangat penting untuk mengakomodasi kepentingan di luar partai politik,” ujarnya.
Untuk sistem presidensial, ia tetap mendukung pemilihan presiden secara langsung. Namun, ia mengusulkan agar wakil presiden dipilih MPR dari calon yang diajukan presiden terpilih.
Ia menilai usulan itu akan memperkuat sistem presidensial dan memperbaiki pola koalisi. “Ini akan memperkuat sistem presidensial dan menghindari transaksi elite sejak awal pencalonan,” jelasnya.
Terkait etika pejabat publik, ia menyoroti pentingnya membentuk Mahkamah Etika Nasional. Lembaga itu akan menangani pelanggaran etik pejabat negara, hakim, hingga organisasi profesi.
Ia mendorong penguatan Komisi Yudisial serta pembentukan sistem etik nasional melalui undang-undang. “Kita butuh peradilan etik yang independen dan terpisah dari hukum pidana,” tegas Jimly.
Jimly juga menyoroti kelemahan sistem pengawasan di Mahkamah Agung. Ia menyebut sistem satu atap tidak cukup efektif untuk menjamin integritas lembaga peradilan.
Ia mengusulkan agar kewenangan judicial review hanya dimiliki Mahkamah Konstitusi. Tujuannya untuk menyatukan tafsir hukum dan memperkuat sistem hukum nasional.
Dalam isu ekonomi, ia menyarankan penguatan kembali Pasal 33 UUD 1945. Menurutnya, istilah “kekeluargaan” sebaiknya diganti menjadi “gotong-royong” agar lebih mencerminkan semangat Pancasila.
Untuk mendukung keseluruhan agenda, ia mengusulkan konsolidasi naskah UUD yang final dan rapi. Ia menekankan pentingnya merapikan konstitusi agar semua pasal tetap relevan dan fungsional.