TODAYNEWS.ID — Kejaksaan Agung memeriksa Fiona Handayani, mantan Staf Khusus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, terkait kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Pemeriksaan dilakukan di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, pada Selasa (10/6/2025).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyidik mendalami peran Fiona dalam tim teknologi Kemendikbudristek. Fokusnya adalah kontribusi Fiona dalam memberikan masukan pengadaan laptop senilai Rp 9,9 triliun.
“Yang menjadi pertanyaan penyidik adalah bagaimana dalam kapasitas stafsus, ia ikut memberikan masukan-masukan terkait pengadaan Chromebook ini,” kata Harli kepada wartawan. Harli menyebut peran itu sedang dikaji secara mendalam.
Menurut Harli, Fiona tidak hanya menjalankan fungsi stafsus, tetapi juga dianggap turut mempengaruhi kebijakan teknis. Hal itu dinilai penyidik penting untuk ditelusuri lebih jauh.
“Oleh karenanya penyidik akan terus mendalami bagaimana korelasinya. Karena kan posisi yang bersangkutan sebagai stafsus,” ujar Harli.
Penyidik saat ini tengah menganalisis sejumlah barang bukti elektronik. Barang bukti tersebut dijadikan dasar pemeriksaan terhadap Fiona.
“Penyidik akan terus berupaya mengumpulkan bukti-bukti sebanyak mungkin supaya membuat terang dari tindak pidana ini,” tambah Harli. Ia memastikan proses penyidikan dilakukan secara menyeluruh.
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari proyek pengadaan perangkat digital pendidikan tahun 2019–2022. Total anggaran dalam proyek tersebut mencapai Rp 9,9 triliun.
Dana proyek terdiri dari Rp 3,5 triliun dari satuan pendidikan dan Rp 6,3 triliun dari dana alokasi khusus (DAK). Proyek itu disebut diarahkan untuk menggunakan laptop berbasis operating system Chromebook.
“Dengan cara mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis supaya diarahkan pada Chromebook,” jelas Harli. Padahal, menurutnya, perangkat tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan siswa saat itu.
Uji coba laptop Chromebook pada tahun 2019 disebut tidak efektif. Sistem berbasis internet dinilai belum cocok untuk kondisi jaringan di banyak daerah Indonesia.
“Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara internetnya belum merata, sehingga diduga ada persekongkolan,” kata Harli. Dugaan persekongkolan itu kini menjadi fokus utama penyidikan.
Kejagung membuka penyidikan kasus ini sejak 20 Mei 2025. Penyidik mendalami potensi keterlibatan banyak pihak dalam pemufakatan jahat tersebut.