TODAYNEWS.ID – Terkait aksi demonstrasi yang dilakukan sejumlah penyelenggara jasa pariwisata di depan Gedung Sate, Bandung pada Senin (21/7/2025) kemarin, Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman ikut angkat bicara.
Herman menilai, aksi unjuk rasa yang dilakukan sejumlah pelaku pariwisata merupakan hal yang wajar di tengah iklim demokrasi di Indonesia.
Namun Herman memandang bahwa kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait larangan study tour sudah berdasarkan kajian mendalam dengan memperhatikan berbagai aspek di masyarakat.
“Yang pertama, kami menghargai penyampaian aspirasi itu. Tentu kami dalami dengan cermat, karena setiap warga negara punya hak untuk menyampaikan aspirasi, saran, kritik. Tidak ada persoalan, tentu terkait dengan kebijakan kami juga harus cermat karena kebijakan itu lahir dari pertimbangan filosofis, pertimbangan juridis, dan pertimbangan sosiologis,” ungkap Herman di Gedung Bappeda Jabar.
Menurut dia, gubernur sudah jelas tegas melalui kebijakan yang sudah dikeluarkan, walaupun tentu pihaknya melakukan evaluasi atas kebijakan tersebut.
“Dan kami memandang kebijakan itu sangat efektif untuk memastikan proses pembelajaran lebih optimal, termasuk dinamika ekonomi keluarga yang tentu faktanya akan mempengaruhi proses pembelajaran siswa,” ungkapnya.
Dikatakan Herman, study tour yang berdampak terhadap pembiayaan, ujungnya itu memberatkan orang tua. Terutama orang tua menengah bawah yang ujungnya adalah pinjam ke bank emok, ujungnya pinjam ke pinjol yang ilegal.
“Dan dampaknya kan dahsyat itu, bisa memporak-poradakan perekonomian keluarga, bahkan bisa sampai memporak-poradakan keluarga. Tidak sedikit keluarga yang sampai dikorbankan rumah tangganya, yang titik masuknya dari pinjol, dari bank emok, dan tidak sedikit juga yang dipantik oleh orang tua yang memaksakan diri untuk membiayai anaknya study tour,” tuturnya.
Herman melanjutkan, ada cara lain dalam mengisi kegiatan study tour. Secara sederhana, study merupakan kegiatan belajar, sedangkan tour perjalanan, artinya perjalanan belajar.
Jika perjalanan itu tepat berdasarkan tujuan pendidikan kata Herman, maka akan memberikan manfaat bagi siswa.
“Jadi yang dimaksud Gubernur kalau study tournya memanfaatkan, ke museum geologi, ke gedung sate, ke gua di Tahura itu bisa dilakukan di Bandung. Saya kira kan luar biasa, satu anak-anak mendapatkan ilmu baru, belajar sejarah, belajar seni budaya. Tapi dia juga mendapatkan relaksasi murah meriah. Kalau orang Sumedang misalnya bisa ke museum Prabu Gesan Ulun, bisa ke Gunung Kunci, kalau pun dari situ saja kan tinggal pakai angkot tuh dan biayanya kan murah banget kalau pakai angkot sampai di destinasi,” tuturnya.
Dengan demikian, yang dimaksud adalah study tour yang berdampak terhadap pembiayaan yang di luar batas kemampuan orang tua. Apalagi sampai keluar Jabar tentunya itu memakan biaya jutaan, bahkan ada yang sampai Rp 6 juta.
“Dan anak-anak ini kan jumlahnya banyak, dibalik anak-anak kan ada keluarga. Jadi jangankan bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran, kalau terganggu ekonomi keluarganya kan jadi paciur dan itu dampaknya ke anak-anak. Kalau keluarganya tidak harmonis bagaimana mungkin anak-anak mendapatkan kasih sayang dan sebagainya,” katanya.
Menurut Herman, perkara study tour ini tidak sesederhana yang dibayangkan.
“Nah perkara pelaku jasa perwisata kami support, tapi tentu yang proporsional, yang profesional dengan cara yang lain tanpa harus mengadakan dari study tour. Saya kira masa iya sih agen travel, hotel, restoran (hanya) dibangun untuk study tour? Kan tidak. Mereka dibangun untuk bisnis dan bisnis kan banyak marketnya,” kata Herman.***
27 Total Count
Tidak ada komentar