Oleh: Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan
HARAPAN reshuffle kedua masih hangat menjadi perbincangan publik. Awalnya menghangat pasca perilaku beberapa menteri yang tidak loyal kepada Presiden Prabowo karena menyebut “bos” kepada mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sempat hangat kembali, pasca Kepala Komunikasi Kantor Presiden Hasan Nasbi melakukan kesalahan dalam berkomunikasi politik terkait Teror Kepala Babi ke kantor Pers Tempo.
Sinyal kemungkinan reshuffle kabinet kembali mencuat pasca Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus Juru Bicara Presiden Prabowo, Prasetyo Hadi merespons adanya usulan pencopotan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Meski kemungkinan reshuffle ini menghangat, tetapi pihak Istana tampaknya bergeming terkait reshuffle.
Reshuffle Kedua adalah Kebutuhan
Keinginan Publik agar Prabowo sebagai Presiden untuk segera melakukan reshuffle kabinet begitu tinggi. Fakta tentang menteri-menteri di kabinet yang diminta untuk mengikuti langkah dan irama Prabowo seperti dijelaskan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra Ahmad Muzana, membuat masyarakat meyakini reshuffle akan segera terjadi.
Sebab beberapa menteri di Kabinet memang tampak tidak seirama dengan presiden. Ini terjadi karena kabinet tidak sepenuhnya pilihan dari pribadi Prabowo. Ditenggarai beberapa menteri memang rekomendasi dari presiden sebelumnya Jokowi. Akhirnya, menteri-menteri atau wakil menterinya tak dapat beradaptasi dengan cepat dan baik apalagi mengikuti irama presiden prabowo.
Meski reshuffle sangat dinantikan publik, tetapi diyakini tidak serta-merta hasil evaluasi prabowo terhadap para menteri dan wakil menterinya di kabinet kemudian akan langsung dilakukannya reshuffle secara besar. Prabowo disinyalir masih banyak yang diperhitungkannya, sehingga memungkinkan meski kinerjanya kurang memuaskan tetapi tetap ada yang dipertahankan dengan narasi kepentingan dari Presiden dan/atau pemerintahan ini.
Sebaiknya, Presiden Prabowo saat ini, patut mempertimbangkan reshuffle terhadap orang-orang yang memang bermasalah dan mendapatkan sorotan publik seperti Menteri Kesehatan, dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop dan UKM). Kedua nama ini memang telah menjadi beban bagi Presiden, selain keduanya bermasalah dalam kepatuhan dan loyalitasnya kepada Presiden karena keduanya ditenggarai lebih loyal kepada Jokowi.
Reshuffle Jangan Berlarut-Larut
Reshuffle semestinya tidak perlu terlalu lama, berlarut-larut, karena perekonomian Indonesia sedang tidak “baik-baik saja.” Reshuffle juga dibutuhkan agar kerja pemerintahan menjadi lebih baik. Sebab, pemerintahan memang membutuhkan menteri-menteri yang bisa menerjemahkan visi-misi presiden dengan baik, bekerja seirama dengan presiden, loyal kepada presiden, dan dapat berkomunikasi dengan baik, semua hal tersebut diperlukan untuk memperbaiki wajah pemerintahan di mata publik.
Jika reshuffle terlalu berlarut-larut maka publik akan menilai Presiden Prabowo begitu khawatir akan tarik-menarik kepentingan politik. Reshuffle kemudian ditenggarai bukan lagi berfokus pada peningkatan kinerja Pemerintahan semata, tetapi sudah pada kondisi pollitik tarik-menarik kepentingan politik yang merepotkan presiden untuk menyelesaikannya.
Kedua nama yakni Menkop dan UKM Budi Arie dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meski didorong oleh publik untuk direshuffle. Tetapi ditenggarai untuk melakukan itu dibutuhkan nyali Presiden Prabowo, ini tentu pilihan tidak mudah.
Kedua nama itu sudah bukan rahasia umum adalah orang-orang “titipan” Jokowi. Prabowo diyakini merasa khawatir melakukan reshuffle terhadap keduanya. Lagi-lagi, dorongan masyarakat yang ditenggarai akan menjadi kekuatan reshuffle untuk dilakukan oleh Pemerintah. Sebab, disinyalir Prabowo menghindari terjadi persepsi retaknya hubungan Jokowi dan Prabowo, meski Prabowo juga kesal karena ia dinilai sebagai Presiden Boneka dari Jokowi, tetapi menjaga kekompakan kabinet dan dukungan dari para mantan presiden amat penting untuk terus dipertahakan oleh pemerintahan ini.
Reshuffle pertama terhadap Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro direshuffle didasari oleh dorongan masyarakat dalam demonstrasi “Indonesia Gelap” kekhawatiran akan demonstrasi massa itu yang ditenggarai Satryo dilengserkan oleh Prabowo.
Diyakini Presiden Prabowo akan meloloskan keinginan publik jika desakan masyarakat begitu tinggi, hal lain yang diperhitungkan Prabowo adalah hasil evaluasi terhadap kinerja kedua nama Budi yang merupakan titipan Jokowi.
Permasalahannya adalah apakah keinginan Prabowo dengan membawa aspirasi masyarakat akan diterima oleh Jokowi? Atau malah terjadinya tawar menawar kepentingan, bisa jadi ada keuntungan lain yang didapatkan Jokowi meski akhirnya misalnya Menkes dan Menkop dicopot.
Mungkinkah Mengganti Duo Budi?
Duo Budi yang merupakan titipan Jokowi. Disinyalir Menkes Budi Gunadi Sadikin masih punya potensi direshuffle karena desakan dari masyarakat utamanya seperti dari Ikatan Alumni (Iluni) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sudah begitu kuat, didasari oleh sejumlah kebijakan dan komentarnya dalam kesehatan yang kontroversi.
Menkop dan UKM yang paling kuat, tak bisa dengan mudah untuk direshuffle. Budi Arie punya jasa besar yakni untuk mendukung dan melindungi Jokowi maupun untuk memenangkan Prabowo melalui organisasi “Pro Joko Widodo” (atau Projo), ini kekuatan Budi Arie yang akan diperhitungkan dengan cermat oleh Prabowo.
Soal Koperasi Merah Putih yang juga merupakan ide dari Budi Arie dengan telah didiskusikan bersama Prabowo hingga terwujudlah Koperasi Desa Merah Putih adalah juga nilai tersendiri dari Budi Arie. Presiden Prabowo diyakini akan diuntungkan dengan telah mengubah model pembentukan koperasi, dari yang awalnya bersifat bottom-up atau berasal dari anggota menjadi top-down atau diatur oleh negara.
Meski Publik menilai Budi Arie prestasinya tidak mencolok dalam kinerjanya, diduga juga terlibat kasus Judol, tetapi Budi Arie punya kekuatan untuk bertahan seperti “jasa” memenangkan Prabowo dan proyek Koperasi Merah Putih. Ini yang akan membuat Presiden Prabowo disinyalir berpikir keras sehingga dapat mengganggu tidurnya untuk melakukan reshuffle terhadap Budi Arie.
Reshuffle Terhadap Partai Politik Pendukung Pemerintahan
Prabowo diyakini punya kejengkelan bukan semata oleh Jokowi yang merupakan mantan presiden tetapi merecoki pemerintahannya. Tetapi juga perilaku congak dari Partai Golkar. Meski begitu, reshuffle terhadap menteri-menteri dari Golkar jika terjadi ditenggarai juga karena dorongan masyarakat dan residu pasca Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dan Musyawarah Nasional (Munas) XI Partai Golkar atas terpilihnya Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto juga punya kecenderungan direshuffle. Jika terjadi reshuffle memungkinkan karena masih adanya residu Golkar pasca terpilihnya Bahlil dan tersingkirnya Airlangga dari posisi Ketua Umum. Dorongan ini bisa saja atas masukan dari Bahlil sendiri, tidak sepenuhnya keinginan dari Presiden Prabowo. Tetapi, Airlangga memungkinkan akan digeser oleh Presiden Prabowo, kecenderungan ini menguat karena bisa jadi adalah sebagai strategi Prabowo untuk pelan-pelan mengurangi pengaruh besar Partai Golkar dengan mengutak-atik porsi kursi kabinet Golkar.
Jika terjadi reshuffle dari kubu Partai Golkar memungkinkan digantikan oleh orang-orang kepercayaan Presiden maupun dari partai Gerindra. Bahkan, juga memungkinkan untuk memberikan jalan masuk bagi bergabungnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai pendukung pemerintahan meski presentasenya amat kecil untuk alasan tersebut.
Jika posisi Gerindra dikuatkan di bidang ekonomi, ini menunjukkan Prabowo sedang mempersiapkan untuk Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2029 mendatang. Prabowo mulai realistis untuk menguatkan partainya sendiri ketimbang membesarkan dan menguatkan partai mitra koalisinya.
Reshuffle juga publik mengharapkan akan digesernya Bahlil dari posisi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM). Jika Prabowo melakukan pilihan ini menunjukkan pesan yang disampaikan kepada publik berupa kekecewaaannya atas komunikasi buruk Bahlil yang merasa Golkar begitu kuat dan handal sehingga dapat 8 kursi di kabinet ini terjadi karena Golkar telah memberikan kursi Ketua Majelis Permusyawartan (MPR) pada Gerindra.
Diperkirakan jika reshuffle sampai menyentuh empat nama tersebut, minimal salah satunya saja, di antara Bahlil, Airlangga, Budi Arie, dan Budi Gunadi, ditenggarai Presiden Prabowo juga memberi sinyal keras tak ingin direcoki oleh Jokowi sebagai mantan presiden. Hubungan Jokowi terhadap pemerintahan Prabowo perlahan-lahan mulai diperlemah sebagai sikap tegas, Prabowo bukan lagi Presiden Boneka dari sang mantan presiden Jokowi.
Tidak ada komentar