TODAYNEWS.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan memisahkan pelaksanaan Pemilu nasional dengan Pemilu daerah atau lokal pada tahapan pemilu 2029 mendatang.
Adapun MK dalam putusannya telah mempertimbangkan alasan mengenai pemilu nasional dengan Pemilu daerah atau lokal dipisah menjadi dua sistem pelaksanaan.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim MK, Arief Hidayat menilai, proses penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD yang waktunya berdekatan dengan proses tahapan penyelenggaraan Pilkada telah berimplikasi kepada kinerja penyelenggara pemilu.
Sosok yang akrab disapa Arief itu menyebut, berkaca pada kondisi Pemilu 2024, telah menyebabkan tumpukan beban kerja terhadap penyelenggara pemilu yang diduga menyebabkan minimnya integritas kualitas penyelenggaraan pemilu.
“Sebagaimana Pemilu Tahun 2024, telah menyebabkan terjadinya tumpukan beban kerja pihak-pihak penyelenggara pemilu yang telah berpengaruh terhadap kualitas penyelenggaraan pemilihan umum,” ujar Arif dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6/2025).
Arif menyebut, selain mengancam kualitas penyelenggaraan Pemilu tumpukan beban kerja dari imbas terkait pelaksanaan waktu Pemilu nasional dengan daerah yang jaraknya berdekatan juga menyebabkan kekosongan waktu setelah pemilu bagi penyelenggara.
Hal ini tentu saja, menurut Arief menjadi tidak efektif dan terkesan hanya membuang waktu bahkan memberikan peluang kekosongan aktivitas kerja bagi penyelenggara pemilu usai pelaksanaan pemilu serentak dilakukan.
“Penyelenggaraan pemilihan umum dalam tahun yang sama juga telah menyebabkan adanya kekosongan waktu yang relatif panjang bagi penyelenggara pemilu,” terang Arief.
Sebagai informasi, putusan terkait pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah atau lokal itu tertuang dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Adapun putusan itu diucapkan dalam agenda Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (26/6/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Masa jabatan penyelenggara pemilihan umum menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena hanya melaksanakan ‘tugas inti’ penyelenggaraan pemilihan umum hanya sekitar 2 (dua) tahun,” jelas Arief. (GIB)
Tidak ada komentar