Caption: Ilustrasi Ibadah Haji dan Umroh. Foto: Akbar Budi Prasetia/TODAYNEWS TODAYNEWS.ID — Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai perombakan skema kuota haji yang baru sebagai langkah untuk menciptakan pemerataan masa tunggu antarprovinsi.
Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) sebelumnya telah menetapkan mekanisme baru pembagian kuota haji untuk 1447 H/2026 M berdasarkan proporsi jumlah daftar tunggu di tiap wilayah.
“Kalau saya lihat yang sekarang ini, itu lebih memprioritaskankan yang daerah-daerah yang antriannya sangat panjang itu,” kata Trubus saat dihubungi, Senin (17/11/2025).
Menurut Trubus, kebijakan ini berbeda dari mekanisme sebelumnya yang lebih mengutamakan provinsi dengan jumlah penduduk muslim terbesar. “Sebelumnya kan daerah yang paling banyak, misalnya Jawa Barat, itu di prioritaskan,” ujarnya.
Ia menilai langkah Kemenhaj cukup tepat mengingat masalah antrean panjang haji telah berlangsung bertahun-tahun. Trubus menyebut kementerian baru tersebut sedang mencari formula terbaik untuk mempercepat keberangkatan calon jemaah.
“Karena Kementerian baru berdiri dan dia mencoba untuk mencari solusi untuk persoalan antrian,” kata dia.
Trubus menjelaskan bahwa Presiden RI turut mendorong perubahan ini agar masa tunggu tidak lagi terlalu lama. “Presiden nggak mau orang naik haji kok sampai lama nunggunya gitu. Jadi dia maunya orang naik haji ya berangkat terus berangkat,” ujarnya.
Namun, ia juga menyoroti penyebab antrean panjang yang menurutnya berasal dari praktik birokrasi di Kementerian Agama sebelumnya. Trubus menuding ada pihak yang memanfaatkan celah kebijakan demi keuntungan.
“Ini semua kan karena ini kan ulah dari birokrasi di kementerian agama. Kebijakannya itu memang sengaja seperti itu supaya bisa diambil cuannya,” katanya.
Dengan adanya pemisahan dan berdirinya Kementerian Haji dan Umrah, Trubus berharap pelayanan dapat diperbaiki secara drastis. “Diharapkan dia bisa meningkatkan pelayanan sampai ke titik itu mas. Titik nol lah, nol antrian,” jelasnya.
Meski begitu, ia menegaskan kebijakan ini harus terus dipantau agar tidak melenceng dari tujuan. Bila dinilai tidak efektif, skema pembagian kuota harus segera dievaluasi dan diubah.
“Makanya kita lihat sebenarnya apakah skema yang ditawarkan ini efektif atau enggak? Kalau misalnya nggak efektif, tahun depan harus dirubah lagi mas,” ujarnya.
Selain itu, efektivitas pelaksanaan juga menjadi kunci. Trubus mempertanyakan apakah Kemenhaj mampu bekerja lebih baik dibandingkan model sebelumnya di bawah Kementerian Agama.
“Apakah pelaksananya akan lebih baik dilakukan oleh Kementerian Haji dan Umroh ini, atau nggak ada bedanya dengan Kementerian Agama dulu,” kata dia.