Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat memberikan keterangan pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2025). (Dok. NU Online) TODAYNEWS.ID — Katib Syuriah PBNU KH Sarmidi Husna membeberkan sejumlah faktor yang memicu pemecatan KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum PBNU. Salah satu faktor yang disebut berkaitan dengan tata kelola keuangan organisasi.
Sarmidi membenarkan bahwa isu tersebut berkaitan dengan beredarnya informasi audit internal PBNU pada 2022. Audit itu memuat aliran dana Rp100 miliar ke PBNU yang dikendalikan Mardani H. Maming selaku Bendahara Umum saat itu.
“Soal audit ya. Soal audit ini memang sebenarnya itu adalah konsumsi internal. Tapi saya enggak tahu kok tiba-tiba itu bisa viral, bisa nyebar di media massa, media sosial,” kata Sarmidi dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Ia menegaskan data tersebut benar adanya dan menunjukkan memang terdapat aliran dana masuk.
Namun, Sarmidi mengaku tidak dapat menjelaskan secara rinci ihwal uang tersebut. Ia menegaskan persoalan itu merupakan konsumsi internal PBNU.
“Saya kira itu ya, saya kira sudah dapat dipahami ya,” ujar Sarmidi. Ia menekankan bahwa batas penjelasan hanya pada apa yang telah disampaikan.
Faktor lain pemecatan Gus Yahya adalah keputusan menghadirkan narasumber yang disebut terbukti ikut bagian dari Zionis. Hal itu dinilai melanggar Akademi Kepemimpinan NU dan aturan kaderisasi tertinggi di tubuh organisasi.
“Karena apa? Karena pengurus Harian Syuriyah itu menganggap mengundang orang, narasumber yang pro-Zionis itu merusak reputasi perkumpulan, merusak nama baik perkumpulan,” terang Sarmidi.
Ia menambahkan bahwa tindakan tersebut dinilai melanggar Qanun Asasi dan paham Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah.
Sarmidi menyebut pelanggaran itu telah masuk kategori pasal yang memungkinkan pemberhentian. Penilaian tersebut menjadi dasar kuat pengambilan keputusan pemecatan.
Gus Yahya resmi diberhentikan dari jabatan Ketua Umum PBNU pada Rabu, 26 November 2025 pukul 00.45 WIB. Setelah keputusan itu, ia tidak lagi memiliki wewenang dan hak menggunakan atribut atau fasilitas yang melekat pada jabatan tersebut.
Pemberhentian itu dituangkan dalam Surat Edaran PBNU Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025. Surat tersebut ditandatangani Wakil Rais Aam KH Afifuddin Muhajir dan Katib Syuriyah KH Tajul Mafakhir.
Surat edaran itu belum dibubuhi stempel digital karena adanya dugaan sabotase pada sistem digdaya persuratan PBNU. Meski demikian, PBNU menegaskan bahwa surat pemberhentian tersebut tetap sah dan berlaku.