Oleh: Wisnu Adi Saputra/HMI Jakarta
Salah satu ancaman bagi media massa adalah hipokrisi. Apa yang diperlihatkan tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Terlihat idealis dari luar, tapi ternyata busuk di dalam.
Tempo menjadi contoh nyata bagaimana bobroknya hipokrisi pada sebuah media massa. Bagaimana bisa media yang terlihat canggih, berani, dan sophisticated dalam membongkar kasus besar, tapi urung bisa mengungkap pengirim kepala babi ke kantor redaksi?
Sulit mengelak bahwa dalam setiap framing dan pemberitaan Tempo, ada kepentingan pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan. Salah satu peristiwa monumental yang membongkar hipokrisi Tempo terjadi pada 2012.
Saat itu, tokoh yang berada di circle Tempo, Sitok Srengenge terjerat kasus pelecehan mahasiswi UI. Tapi Tempo memilih pasif dan apatis dalam menguak kasus ini. Padahal media ini mengklaim paling depan soal perlindungan hak sipil. Bullshit!
Begitu banyak fakta yang mengungkap tabir hipokrisi Tempo. Praktik yang paling jamak adalah bagaimana Tempo menjadikan berita, investigasi, atau podcastnya sebagai sarana untuk menjebol dompet narasumbernya.
Saya mencoba melakukan riset sederhana untuk membuktikan hipokrisi Tempo ini. Salah satu buktinya pada akhir Mei Tempo mengulas kasus korupsi pada sebuah Kementerian di tahun anggaran 2020. Hebatnya hanya selang hitungan hari muncul berita advetorial dari kementerian yang sama!
Akun Jilbab Hitam menjadi salah satu akun yang pernah membongkar hipokrisi Tempo dalam kasus SKK Migas tahun 2012. Akun yang mengaku sebagai eks wartawati Tempo mengungkap bagaimana petinggi Tempo menawarkan proposal kepada sebuah perusahaan agar diamankan namanya dari kasus tahun 2012 itu.
Celakanya framing dalam pemberitaan kerap dilakukan Tempo dengan data asal-asalan. Jauh dari transparansi, apalagi kode etika. Jauh dari kebenaran. Ini seperti manuver Tempo menyerang sejumlah tokoh, instansi, perusahaan yang kebetulan punya sumber daya cuan memadai via podcast Bocor Alus.
Tempo kerap mengangkat informasi dengan dasar sumber yang sulit diverifikasi. Akurasinya pun tak bisa dipertanggungjawabkan. Hingga akhirnya Dewan Pers pun menjatuhkan sanksi pada Tempo karena produk podcast Bocor Alus yang tidak sesuai kode etika pada medio 2023.
Tempo juga sangat terkait pula dengan kepentingan donatur asing. Bukan rahasia bahwa beberapa donatur Tempo adalah taipan atau lembaga donor yang punya interest pada sumber daya alam di Indonesia.
Tak heran maka Tempo kerap beroperasi membela kepentingan asing dan kerap beroposisi pada kepentingan nasional Indonesia. Tempo gemar mengangkat isu HAM yang selaras dengan permainan asing dalam mengganggu stabilitas NKRI.
Yang paling anyar Tempo menjadi garda terdepan menyebar isu hoaks soal tambang di Raja Ampat. Isu yang sengaja dimainkan proxy-proxy internasional guna mendiskreditkan pemerintah Indonesia.
Walhasil apa yang pernah diucapkan Prabowo bahwa ada media yang dibiayai kepentingan asing bukan isapan jempol belaka. Inilah hipokrisi Tempo yang berbahaya bagi Indonesia.
Sejarah mencatat bagaimana sifat hipokrit selalu berjalan seiring bersama Tempo. Media yang berkedok idealis, padahal ideal harga baru ditulis! Memang ada benarnya adagium “people never change they just become more of who they really are!”