TODAYNEWS.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara. OTT itu berawal dari informasi pencairan dana senilai sekitar Rp2 miliar.
“Tim juga turun di lapangan dan melakukan penelusuran-penelusuran,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Senin (30/6/2025), di Gedung Merah Putih. Dari penyelidikan tersebut, KPK menemukan indikasi transaksi suap.
Dana itu disebut diberikan kepada Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, melalui perantara. Salah satu pihak yang pertama ditangkap adalah Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar.
Penangkapan dilakukan di wilayah Padang Sidempuan. Ia ditetapkan sebagai salah satu tersangka pemberi suap.
Tak hanya Akhirun, KPK juga menangkap Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Piliang. Dua pejabat lain turut ditangkap, yakni Heliyanto dari Satker PJN Wilayah I Sumut dan Rasuli Efendi Siregar dari UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut.
“Terakhir, KPK mengamankan saudara TOP (Topan Obaja Putra Ginting),” kata Budi. Dengan itu, total lima orang diamankan dalam OTT tersebut.
Setelah penangkapan, kelimanya langsung dibawa ke Jakarta. Di sana, mereka diperiksa secara intensif dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
“Tentu kegiatan tangkap tangan ini bukan pintu akhir, tetapi ini pintu awal,” ujar Budi. KPK berkomitmen mendalami proyek pengadaan lain yang berkaitan.
OTT tersebut dilakukan pada 26 Juni 2025 dan berfokus pada dugaan suap proyek pembangunan jalan. Proyek itu berada di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut.
KPK menyebut perkara ini terbagi menjadi dua klaster. Kelima tersangka resmi diumumkan pada 28 Juni 2025.
Klaster pertama melibatkan proyek di ruas Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI. Proyek itu mencakup tahun anggaran 2023 hingga 2025 dengan nilai total lebih dari Rp74 miliar.
Klaster kedua terkait proyek di wilayah Satker PJN Sumut seperti pembangunan Jalan Sipiongot dan Hutaimbaru. Nilai proyek klaster kedua mencapai Rp157,8 miliar.
Total enam proyek dari dua klaster itu bernilai sekitar Rp231,8 miliar. Suap diduga diberikan untuk memenangkan proyek-proyek tersebut.
KPK menduga dua pihak swasta, Akhirun dan Rayhan, berperan sebagai pemberi suap. Sementara penerima suap adalah Topan, Rasuli, dan Heliyanto, masing-masing sesuai klaster proyek.
Tidak ada komentar