x

KPK Ungkap Kode Jatah Preman dan Tujuh Batang dalam Dugaan Korupsi Gubernur Riau

waktu baca 3 menit
Rabu, 5 Nov 2025 19:04 1 Afrizal Ilmi

TODAYNEWS.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap bawahannya.

Aksi itu dilakukan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau.

Selain Abdul Wahid, dua pejabat lain turut dijerat dalam kasus yang sama. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, M Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M Nursalam.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan langsung penetapan tersebut dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

“KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni saudara AW sebagai Gubernur Riau, saudara MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, dan saudara DAN selaku tenaga ahli Gubernur Riau,” ujarnya.

Penetapan tersangka dilakukan setelah KPK menemukan bukti kuat atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan. Sebelum diumumkan ke publik, ketiganya terlebih dahulu menjalani pemeriksaan intensif oleh tim penyidik.

“Penetapan dan penahanan dilakukan setelah ditemukan unsur dugaan tindak pidana korupsi serta kecukupan alat bukti,” kata Tanak. KPK menilai peran masing-masing tersangka cukup signifikan dalam mengatur skema pungutan.

Kasus ini bermula dari pertemuan Sekretaris Dinas PUPR Riau, Ferry Yunanda, dengan enam kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) wilayah I hingga VI pada Mei 2025. Pertemuan itu membahas pemberian fee kepada Gubernur Abdul Wahid dari proyek jalan dan jembatan.

Awalnya, disepakati pemberian fee sebesar 2,5 persen terkait penambahan anggaran proyek dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar. Namun, setelah laporan hasil pertemuan sampai ke Kepala Dinas Arief Setiawan, nilai fee meningkat dua kali lipat.

Angka itu naik menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar atas permintaan pihak yang disebut mewakili Gubernur. Permintaan itu kemudian diteruskan kepada para kepala UPT sebagai kewajiban tambahan dalam setiap proyek.

“Istilah yang dipakai itu ‘jatah preman’ dan ‘tujuh batang’, yang merupakan kode untuk Rp7 miliar. Mereka menyanggupi fee 5 persen,” ungkap Johanis Tanak. Kode tersebut disebut digunakan agar praktik tersebut tidak mudah terlacak.

Dari hasil penyidikan, KPK menduga sudah ada penyerahan uang sekitar Rp4 miliar dari total komitmen Rp7 miliar. Para pejabat yang menolak ikut menyetor disebut mendapat ancaman pencopotan jabatan.

Penyidik KPK menduga Abdul Wahid dan bawahannya menerima uang itu dalam beberapa tahap. Transaksi dilakukan melalui orang kepercayaan dengan pembagian sesuai peran masing-masing.

Lembaga antirasuah kini menelusuri aliran dana dan pihak lain yang diduga ikut menikmati hasil pungutan. KPK memastikan penanganan kasus ini akan berlanjut dengan pengumpulan bukti tambahan.

Atas perbuatannya, Abdul Wahid bersama dua bawahannya dijerat dengan pasal 12e, 12f, dan/atau pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka resmi ditahan di rumah tahanan KPK selama 20 hari ke depan.

 

Pilkada & Pilpres

INSTAGRAM

3 hours ago
4 hours ago
9 hours ago
12 hours ago

LAINNYA
x
x