x

KPK Soroti Jual Beli Jabatan sebagai Akar Korupsi, Kasus Ponorogo Jadi Contoh Nyata

waktu baca 3 menit
Minggu, 9 Nov 2025 11:38 2 Afrizal Ilmi

TODAYNEWS.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti praktik jual beli jabatan yang kian marak di lingkungan pemerintahan. Fenomena ini disebut menjadi akar dari berbagai tindak pidana korupsi, termasuk suap, gratifikasi, dan penyalahgunaan anggaran publik.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa praktik ini merusak integritas birokrasi. Ia menyebut pejabat yang membeli jabatan cenderung berupaya mengembalikan modal melalui proyek atau pungutan tidak sah.

“Ketika ada proyek di tempat kerjanya atau di SKPD-nya, yang pertama dipikirkan adalah bagaimana mendapatkan sejumlah uang dari proyek itu sebagai kompensasi atas apa yang telah mereka keluarkan untuk jabatan tersebut,” ujar Asep, Jumat (7/11/2025).

Asep menilai pola pikir seperti itu menciptakan lingkaran setan korupsi di tubuh pemerintahan daerah. Pejabat yang membeli jabatan akan mencari keuntungan pribadi ketimbang menjalankan fungsi pelayanan publik.

Kondisi ini juga menimbulkan persaingan tidak sehat di kalangan aparatur sipil negara. “Mereka tidak lagi berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik, tapi justru berlomba mendapatkan jabatan strategis demi keuntungan pribadi,” kata Asep.

Ia menambahkan bahwa praktik jual beli jabatan menjadi pintu masuk bagi korupsi proyek dan gratifikasi. Pejabat yang sudah ‘berinvestasi’ pada jabatan akan memanfaatkan kewenangan untuk memperoleh uang tambahan.

Contoh nyata dampak praktik ini tampak di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Kasus yang menyeret Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menjadi gambaran bagaimana sistem birokrasi bisa rusak akibat jual beli jabatan.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Sekretaris Daerah Agus Pramono (AGP), Direktur RSUD Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), dan pihak swasta rekanan RSUD, Sucipto (SC).

Keempatnya diduga terlibat dalam tiga klaster korupsi berbeda, yakni suap pengurusan jabatan, suap proyek RSUD Harjono, dan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo. “Kasus ini menunjukkan keterkaitan kuat antara jual beli jabatan dengan penyalahgunaan proyek daerah,” ujar Asep.

Dalam klaster pertama, Sugiri dan Agus disebut menerima suap dari Yunus untuk mempertahankan jabatan Direktur RSUD Harjono. Transaksi dilakukan melalui beberapa perantara, termasuk ajudan dan kerabat bupati.

Klaster kedua melibatkan proyek senilai Rp14 miliar di RSUD Harjono Ponorogo. Sucipto sebagai pihak swasta diduga memberikan fee 10 persen kepada Yunus yang kemudian diteruskan kepada Bupati Sugiri.

Sementara itu, klaster ketiga berkaitan dengan penerimaan gratifikasi oleh Sugiri selama 2023–2025 senilai ratusan juta rupiah. Uang tersebut diberikan oleh Yunus dan seorang pihak swasta bernama Eko.

Asep menegaskan, kasus Ponorogo menjadi contoh nyata bagaimana jual beli jabatan dapat membuka ruang korupsi sistematis. “Ketika jabatan bisa diperjualbelikan, maka pelayanan publik dikorbankan, dan yang muncul adalah mental dagang dalam birokrasi,” ujarnya.

Ia menutup dengan menegaskan pentingnya reformasi manajemen ASN secara menyeluruh. “Integritas harus jadi pondasi utama, bukan transaksi. Tanpa itu, sistem birokrasi hanya akan menjadi ladang kepentingan pribadi,” tegasnya.

 

Pilkada & Pilpres

INSTAGRAM

2 days ago
2 days ago
2 days ago
3 days ago

LAINNYA
x
x