Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.TODAYNEWS.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi menyita uang tunai lebih dari Rp400 juta usai menggeledah rumah dinas Bupati Indragiri Hulu Ade Agus Hartanto. Penggeledahan tersebut dilakukan pada 18 Desember 2025.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo membenarkan penyitaan uang dalam penggeledahan itu. Ia menyebut jumlah uang yang diamankan mencapai lebih dari Rp400 juta.
“Uang yang diamankan sekitar lebih dari Rp 400 juta,” ujar Budi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/12/2025).
Budi menjelaskan uang yang disita terdiri dari beberapa mata uang. Penyidik menemukan uang dalam pecahan rupiah dan dolar Singapura.
Selain uang tunai, tim KPK juga mengamankan barang bukti lain. Beberapa dokumen turut disita dalam penggeledahan tersebut.
“Dalam penggeledahan yang dilakukan pada pekan kemarin itu, tim juga mengamankan dan menyita beberapa dokumen,” kata Budi.
Penggeledahan rumah dinas Ade Agus dilakukan dalam rangka lanjutan penyidikan kasus dugaan korupsi. Perkara tersebut terkait dugaan pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025.
Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada awal November 2025. Dalam OTT tersebut, KPK menangkap Gubernur Riau Abdul Wahid.
Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan Kepala Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau M. Arief Setiawan sebagai tersangka. Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam turut ditetapkan sebagai tersangka.
KPK menduga Abdul Wahid meminta dan menerima fee terkait pengurusan proyek pembangunan jalan dan jembatan. Proyek tersebut berada di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Nilai proyek itu disebut mengalami lonjakan anggaran signifikan. Dari semula Rp71,6 miliar, anggaran meningkat menjadi Rp177,4 miliar atau naik sekitar 147 persen pada tahun anggaran 2025.
Uang yang diduga mencapai Rp7 miliar disebut dikumpulkan secara bertahap. Dana itu berasal dari sejumlah unit kerja di bawah Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau.
Dalam praktiknya, Abdul Wahid diduga menggunakan kewenangan jabatannya. Ia disebut menekan bawahannya untuk memenuhi permintaan setoran tersebut.
Sejak OTT dilakukan, KPK telah memeriksa puluhan saksi dari berbagai unsur. Saksi berasal dari pejabat struktural Pemprov Riau hingga pihak swasta.
Pemeriksaan itu dilakukan untuk merangkai konstruksi perkara secara utuh. KPK juga menelusuri jalur setoran serta pihak-pihak yang diduga menikmati aliran dana.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f, dan/atau Pasal 12B UU Tipikor. Pasal tersebut diterapkan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menegaskan pendalaman kasus ini masih berlanjut. Penyidik akan menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dan aliran dana di berbagai wilayah di Riau.