TODAYNEWS.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Sejumlah bos biro travel haji dipanggil sebagai saksi.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan pemeriksaan dilakukan pada Rabu (24/9/2025). Agenda pemeriksaan berlangsung di Polda Jawa Timur.
“KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2023-2024,” kata Budi. Ia menegaskan proses penyidikan berjalan sesuai rencana.
Para saksi yang dipanggil terdiri dari enam pimpinan biro perjalanan haji dan satu wiraswasta. Mereka dimintai keterangan terkait mekanisme tambahan kuota haji khusus.
Nama-nama yang dipanggil antara lain Mohammad Ansor Alamsyah, Komisaris PT Shafira Tour & Travel. Selain itu ada Syarif Hidayatullah, Direktur Utama PT Persada Duabeliton Travel.
Pemeriksaan juga menyasar Ismed Jauhari, Komisaris PT Tourindo Gerbang Kerta Susila. Kemudian Asyjar, Direktur PT Safari Global Perkara.
Saksi berikutnya ialah Irma Fatrijani, Direktur PT Panglima Express Biro Perjalanan Wisata. Ada pula Denny Imam Syapi’i, Manager Bagian Haji PT Saudaraku.
Seorang wiraswasta bernama Syihabul Muttaqin turut dipanggil. KPK menilai seluruh saksi memiliki keterkaitan dengan distribusi kuota haji.
Sehari sebelumnya, KPK juga memeriksa lima pimpinan biro travel. Mereka dicecar soal cara mendapatkan tambahan kuota haji khusus pada 2024.
“Saksi didalami terkait cara perolehan kuota tambahan haji khusus dan permintaan uang untuk mendapatkan kuota tambahan haji khusus,” ujar Budi. Ia menyebut pola jual beli kuota juga ditelusuri.
KPK menduga praktik jual beli kuota terjadi bukan hanya ke jemaah, tetapi juga antar biro travel. “Bagaimana cara atau mekanisme dalam mendapatkan kuota ibadah khusus, kemudian bagaimana proses jual beli kuotanya,” jelas Budi.
Kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan meski belum ada tersangka. KPK memastikan pemeriksaan saksi dilakukan secara maraton.
Sejauh ini penyidik telah menyita rumah, uang, hingga mobil. KPK menduga kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp1 triliun.
Selain itu, KPK menemukan dugaan pungutan ‘uang percepatan’ USD 2.400 hingga USD 7.000 per kuota. Uang itu disebut diminta oknum Kemenag agar jemaah bisa langsung berangkat dengan kuota tambahan.
Kasus ini bermula dari tambahan kuota haji 20.000 jemaah dari Arab Saudi pada 2024. Namun Kemenag membagi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, undang-undang membatasi kuota haji khusus hanya 8 persen dari total nasional. Akibatnya, ribuan jemaah reguler yang sudah antre lama batal berangkat tahun itu.
Tidak ada komentar