TODAYNEWS.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan penundaan penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota haji. Lembaga antirasuah ini masih menunggu hasil akhir perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, memastikan tidak ada hambatan serius dalam proses penyidikan. Ia menyebut langkah ini diambil agar seluruh bukti bisa dikumpulkan secara komprehensif.
Menurut Budi, penyidik KPK dan auditor BPK bekerja secara paralel demi efektivitas penegakan hukum. “Paralel juga selain dilakukan pendalaman dalam proses penyidikan ini, teman-teman di BPK juga sedang menghitung kerugian keuangan negaranya,” ujarnya, Kamis (9/10/2025).
Budi menegaskan, sinkronisasi kedua proses tersebut penting agar hasil akhirnya kongruen. “Jadi nanti bisa kongruen, bisa sama-sama berbarengan. Jadi bukti-bukti terkumpul,” tambahnya.
Ia berharap penetapan tersangka dapat segera dilakukan setelah seluruh dokumen pendukung lengkap. KPK ingin memastikan langkah hukum berikutnya didasarkan pada hasil audit resmi yang valid.
“Sehingga, proses-proses penyidikan ini juga bisa berjalan secara efektif dan tentu pasca-penyidikan juga pasti perlu pemeriksaan-pemeriksaan lebih lanjut dan harapannya juga nanti bisa segera dituntaskan,” tutur Budi.
Sebelumnya, KPK telah menemukan adanya indikasi pelanggaran hukum dalam penyelenggaraan haji 2024. Dugaan itu terkait dengan pembagian tambahan kuota haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.
Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa tambahan kuota 20.000 jemaah diberikan setelah pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud pada 2023.
Kuota itu seharusnya dibagi sesuai aturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Jadi kalau ada kuota haji, berapa pun itu, pembagiannya demikian. Kuota regulernya 92 persen, kuota khususnya 8 persen,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/8/2025).
Asep menegaskan, pembagian tersebut dibuat karena mayoritas jemaah mendaftar melalui jalur reguler. Sementara jalur khusus memiliki biaya yang jauh lebih tinggi, sehingga porsinya dibatasi kecil.
Dengan tambahan 20.000 kuota, seharusnya 18.400 dialokasikan untuk reguler dan 1.600 untuk jalur khusus. Namun, kenyataannya pembagian justru dibuat sama rata antara kedua jalur tersebut.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ungkap Asep.
Menurutnya, penyimpangan itu menguntungkan pihak travel penyelenggara haji khusus. “Travel-travelnya kan banyak di kita, dibagi-bagi sesuai asosiasi. Kalau travelnya besar, ya porsinya besar. Travel yang kecil, ya dapatnya juga kecil,” ujarnya.
Tidak ada komentar