TODAYNEWS.ID – Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan, mengatakan bahwa pihaknya tak ada rencana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Pasalnya, kata Hinca, UU MK tidak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas DPR untuk dibahas pada tahun ini.
“Tidak ada jadwal untuk mengubah UU MK itu karena harus ada di prolegnas atau putusan Mahkamah Konstitusi sendiri untuk diajukan. Sampai kemarin belum ada,” kata Hinca di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/7/2025).
Sebagaimana diketahui, isu untuk merubah UU MK menguat di parlemen usai polemik putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan Pemilu Nasional dan Daerah yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip konstitusi.
Lebih lanjut, kata Hinca, Komisi III memiliki tanggungjawab untuk mengawasi kinerja lembaga- lembaga penegak hukum. Sebab itu, ia pun mengingatkan MK dalam membuat suatu putusan agar tak keluar dari koridornya.
“Kalau kemudian MK lari atau keluar dari fungsinya, siapa yang ngawasi dia? Kan enggak boleh, setiap lembaga harus ada yang mengawasinya,” ujar Politikus Partai Demokrat itu.
“Karena itu kami (Komisi III) bersuara, suara kami ini adalah suara kita semua, agar MK setia lah pada jalurnya on the track itu,” tambahnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin, mendorong parlemen untuk melakukan revisi UU MK guna menyikapi putusan Nomor 135 yang memisahkan pemilu nasional dan daerah.
Khozin mengatakan bahwa revisi UU MK bisa didiskusikan dan DPR berpeluang untuk merevisi UU MK supaya dalam putusan-putusan MK terdapat batasan dan tak menghasilkan putusan yang dapat menciptakan preseden buruk tanpa ada ujungnya.
“Mungkin saja, mungkin saja. Mungkin sangat mungkin ya,” kata Khozin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7) lalu.
Pasalnya kata Khozin, DPR dalam membentuk suatu UU membutuhkan waktu yang tak sedikit, tetapi MK dengan kewenangannya justru bisa membatalkan dengan membentuk norma baru.
“Kita memproduk satu UU itu bisa setahun, dua tahun, effort-nya luar biasa. Sementara MK nunggu di ujung kemudian dengan pemahamannya, dengan keyakinan tafsirnya sendiri kemudian membatalkan membikin norma baru,” pungkasnya.
Tidak ada komentar