TODAYNEWS.ID – Anggota Komisi II DPR RI Giri Ramanda Kiemas, menyampaikan poin-poin mendasar terhadap 10 Rancangan Undang-Undang (RUU) Kabupaten/Kota, untuk masuk di Program Legislatif Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
“Komisi II DPR RI meyakini, bahwa setiap produk hukum yang disampaikan, utamanya peraturan perundang-undangan, harus mencerminkan nilai-nilai dasar dalam UUD NRI 1945,” kata Giri dalam Rapat Kerja Tingkat I bersama Kemendagri, PPN/Bappenas, Kementerian Hukum, dan DPD RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Giri menjelaskan, UUD NRI 1945 bukan sekadar dokumen hukum, melainkan fondasi utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengikat semua kompenen negara dari pusat hingga daerah, dan dari pemerintah hingga warga negara.
“Dalam rangka itu, Komisi II memandang penting untuk melakukan penyesuaian terhadap dasar hukum pembentukan berbagai daerah di Indonesia, baik pada level provinsi maupun kabupaten/kota,” sambungnya menjelaskan.
Komisi II DPR kata Giri, menyadari sebagian besar daerah yang eksis saat ini dibentuk dalam periode transisi negara, yaitu pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), dan menggunakan dasar hukum UUD Sementara 1950.
Lebih lanjut, atas situasi tersebut menurutnya, menimbulkan anomali dalam sistem hukum tata negara Indonesia hari ini. Lebih jauh, Komisi II DPR RI juga memandang setiap daerah memiliki karakteristik khas yang tidak bisa diseragamkan.
“Perbedaan ini bukan penghalang, melainkan kekuatan dalam sistem otonomi daerah. Oleh karena itu, pembentukan daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota tidak cukup hanya diakui secara administratif,” ujarnya.
“Melainkan, harus dituangkan dalam bentuk undang-undang tersendiri, agar seluruh aspek kepengurusan potensi, dan kebutuhan masing-masing daerah bisa diakomodasi dnegan tepat,” sambung Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Maka dari itu, Giri menyatakan Komisi II DPR RI secara inisiatif melakukan penyesuaian dasar hukum pembentukan daerah untuk 20 provinsi dan 254 kabupaten/kota di Indonesia, yang sebelumnya dibentuk berdasarkan konstitusi dan hukum pemerintahan lama, Undang-Undang RIS/UUD 1950.
Tetapi, dia mengungkapkan bahwa saat ini yang baru diundangkan adalah 20 UU Provinsi, dan 132 UU Kabupaten/Kota, sehingga masih tersisa 122 kabupaten/kota yang belum memiliki UU pembentukan yang sah sesuai UUD NRI 1945.
Berdasarkan hal itu, Giri mengungkapkan kesimpulan Rapat Kerja Komisi II dengan Mendagri pada 31 Oktober 2024 disepakati, bahwa pembahasan terhadap 122 kabupaten/kota akan dilaksanakan secara bertahap.
“Sebagai langkah awal dari kerja besar ini, Komisi II DPR RI telah merampungkan penyusunan 10 RUU Kabupaten/Kota yang mencakup 3 provinsi yaitu Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Utara,” katanya.
Di Provinsi Sulawesi Utara, disusun RUU Kabupaten Bolaang Mongondow, RUU Kabupaten Sangihe, RUU Kabupaten Minahasa, dan RUU Kota Manado. Sementara Provinsi Gorontalo ada RUU Kabupaten dan Kota Gorontalo, serta di Provinsi Sulawesi Tenggara ada RUU Kabupaten Buton, Kabupaten Kolaka, RUU Kabupaten Konawe, dan RUU Kabupaten Muna.
“Setidaknya terdapat 4 tujuan dari penyusunan dan penyesuaian regulasi ini,” demikian Giri menambahkan.
Berikut ini 4 alasan DPR melakukan inisiatif pengajuan 10 RUU Kabupaten/Kota tersebut:
1. Untuk melakukan penataan kembali dasar hukum 10 kabupaten/kota dimaksud, agar selaras dengan dinamika dan perkembangan ketata negaraan Indonesia pasca reformasi. Hal ini termasuk penyesuaian konstitusi yang berlaku saat ini, UUD NRI 1945 dalam kerangka NKRI. Maka pembentukan tiap daerah harus memiliki dasar hukum yang sah dan eksplisit melalui UU.
2. Penyesuaian nomenklatur administratif lama yang tidak lagi sesuai dengan sistem ketatanegaraan saat ini.
3. Untuk memberikan pengakuan terhadap karakteristik unit masing kabupaten/kota
4. Kehadiran 10 RUU Kabupaten/Kota ini diharapkan menjadi jawaban atas tantangan hukum dan kelembagaan pemeirntah daerah yang selama ini belum mendapatkan landasan yang kuat.
Tidak ada komentar