TODAYNEWS.ID – Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 yang melibatkan eks Menteri Agama periode 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas dan sejumlah pejabat Kementerian Agama (Kemenag) lainnya terus mendapatkan sorotan tajam dari publik.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai perlunya perbaikan sistem tata kelola penyelenggaraan ibadah haji agar tidak lagi menjadi celah korupsi.
“Ini sudah korupsi sistemik, yang harus diperbaiki tidak hanya orang tapi juga sistemnya,” kata Fickar kepada TODAYNEWS, Selasa (12/8/2025).
Fickar menyarankan agar tata kelola haji diserahkan kepada pihak swasta agar mudah diawasi sekaligus menutup celah praktik korup yang kerap mewarnai pelaksanaan ibadah haji oleh Kemenag.
“Sistem haji sebaiknya diserahkan pada swasta yang profesional, pemerintah tinggal mengawasi saja,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai langkah pemerintah yang menyerahkan pelaksanaan ibadah haji tahun 2026 ke Badan Penyelenggara (BP) Haji semestinya tak diperlukan.
“Mestinya begitu, toh setoran ke negara tetap dikakukan,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, mengatakan penyelenggaraan ibadah haji 2026 akan sepenuhnya di bawah naungan dari Badan Penyelenggara (BP) Haji.
Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa pembentukan BP Haji adalah dikhususkan mengatur operasional penyelenggaraan haji dan umrah untuk jemaah Indonesia.
Sehingga, secara otomatis penyelenggaraan haji dan umrah tidak akan lagi di bawah Kementerian Agama.
“Desain pembentukan Badan Penyelenggara Haji memang dimaksudkan agar ke depan, penyelenggaraan haji dilakukan oleh badan tersebut,” ujar Prasetyo kepada wartawan, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Mengenai apakah BP Haji akan berubah menjadi Kementerian Haji, Prasetyo menyatakan sampai saat ini belum ada keputusan.
Pasalnya, pemerintah masih melakukan evaluasi untuk penyelenggaraan haji tahun 2025 ini. “Kita berharap ini menjadi bagian dari proses yang komprehensif,” ucapnya.
KPK mengungkapkan, kerugian negara di dalam kasus dugaan korupsi tambahan 20 ribu kuota jemaah haji pada 2024 lalu mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Angka itu merupakan perhitungan awal KPK, yang sudah didiskusikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Tentu nanti BPK akan menghitung secara lebih detail lagi. Jadi, angka yang didapatkan dari hitungan awal adalah lebih dari Rp 1 triliun,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025).
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur menjelaskan, berdasarkan aturan perundang-perundangan pembagian kuota haji sebesar 92 persen merupakan haji reguler dan 8 persennya untuk haji khusus.
Berdasarkan aturan tersebut, maka tambahan 20 ribu kuota haji itu rinciannya yakni 18.400 untuk haji reguler dan 1.600 untuk haji khusus.
Dia mengatakan, tambahan 20 ribu kuota haji hasil dari pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan pemerintah Arab Saudi kala itu.
Sebab, waktu tunggu untuk haji reguler bisa mencapai 15 tahun lamanya. Maka dari itu, pemerintah Indonesia meminta kuota tambahan ke pemerintah Arab Saudi. Hal itu dilakukan agar memperpendek waktu tunggu haji reguler.
“Jadi seharusnya yang 20 ribu ini karena alasannya adalah untuk memperpendek jarak tunggu atau memperpendek waktu tunggu haji reguler,” katanya kepada wartawan dikutip Sabtu (9/8/2025).
Sebagai informasi, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan, bahwa pihaknya telah mencegah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas dua orang lainnya yang merupakan pihak swasta dan dua eks staf khusus (stafsus) Menag untuk bepergian ke luar negeri
Pencegahan ini terkait penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama.
“Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap tiga orang, yaitu YCQ, IAA dan FHM terkait dengan perkara sebagaimana tersebut,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).
Larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan KPK karena keberadaan ketiganya di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas.
“Keputusan ini berlaku untuk 6 bulan ke depan,” tandasnya.
Tidak ada komentar