TODAYNEWS.ID — Kejaksaan Agung menyatakan kewajiban membayar uang pengganti Rp4,57 triliun dari terdakwa korupsi timah, Suparta, akan dialihkan kepada ahli waris. Hal ini menyusul meninggalnya Suparta yang sempat menjabat sebagai Direktur Utama PT RBT.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan status terdakwa gugur setelah Suparta meninggal dunia. Meski begitu, kewajiban membayar uang pengganti tetap berlaku.
Menurut Harli, vonis yang telah dijatuhkan pengadilan tetap bisa ditindaklanjuti secara perdata. Langkah ini ditempuh guna memulihkan kerugian keuangan negara akibat korupsi.
“JPU akan menyerahkan berita acara persidangan kepada Jaksa Pengacara Negara,” kata Harli, Rabu (30/4/2025). Ia menegaskan bahwa langkah ini untuk menggugat pihak yang masih berkewajiban secara hukum.
Harli menjelaskan gugatan perdata tersebut akan diarahkan kepada ahli waris Suparta. Hal ini sesuai Pasal 34 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Meski aturan memperbolehkan gugatan ke ahli waris, Harli mengatakan Kejaksaan belum menentukan sikap final. “Kita kaji dulu bagaimana sikap dari penuntut umum,” ujarnya.
Suparta sebelumnya meninggal dunia pada Senin (28/4/2025) petang. Ia mengembuskan napas terakhir di RSUD Cibinong, Jawa Barat.
Selama proses hukum, Suparta ditahan di Lapas Cibinong. Ia termasuk salah satu dari deretan terdakwa dalam kasus mega korupsi tata niaga timah.
Kasus korupsi ini ditaksir merugikan negara hingga Rp300,003 triliun. Suparta disebut terlibat dalam praktik pengelolaan komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.
Vonis awal Suparta adalah 8 tahun penjara. Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukumannya menjadi 19 tahun.
Selain pidana penjara, ia juga dijatuhi denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia diwajibkan membayar uang pengganti Rp4,57 triliun subsider 10 tahun penjara.
Kini, meski Suparta telah wafat, beban hukum tampaknya belum berakhir. Ahli warisnya berpotensi menghadapi gugatan besar dari negara.