TODAYNEWS.ID — Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina. Kali ini, penyidik menyita sejumlah aset milik PT Orbit Terminal Merak (OTM).
Penyitaan dilakukan berdasarkan dua surat perintah penyidikan dan penetapan dari Pengadilan Negeri Serang. Tindakan itu merupakan bagian dari upaya menelusuri aliran dana dan aset hasil kejahatan korupsi.
Aset yang disita meliputi dua bidang tanah dengan total luas lebih dari 222 ribu meter persegi. Di atas tanah tersebut terdapat tangki penyimpanan berkapasitas besar, dua jetty, dan satu unit SPBU.
Tangki-tangki tersebut terdiri dari lima unit kapasitas 22.400 kL, tiga unit 20.200 kL, dan empat unit 12.600 kL. Selain itu, terdapat tujuh tangki 7.400 kL dan dua tangki 7.000 kL.
Dua jetty milik OTM memiliki daya angkut hingga 133.000 dan 20.000 metrik ton. Infrastruktur ini penting dalam proses distribusi bahan bakar nasional.
Tim penyidik menilai aset-aset itu berkaitan langsung dengan tindak pidana yang tengah diselidiki. “Barang/benda tersebut dikategorikan sebagai hasil atau sarana tindak pidana, sehingga perlu disita,” jelas penyidik JAM PIDSUS dalam pernyataan resmi.
Mereka menegaskan bahwa penyitaan dilakukan tanpa menghentikan operasional vital OTM. Distribusi bahan bakar tetap berjalan normal selama proses hukum berlangsung.
“Keberlangsungan fungsi OTM tetap dijaga, mengingat perannya melayani sebagian wilayah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan bagian barat,” terang Kejagung. Penyidik tak ingin penegakan hukum mengganggu kepentingan publik.
Untuk menjamin hal itu, pengelolaan OTM diserahkan kepada PT Pertamina Patra Niaga. Pengalihan ini dilakukan melalui Badan Pemulihan Aset Kejaksaan RI.
Dengan langkah ini, negara berupaya mengamankan nilai ekonomi aset dan menjaga fungsi strategisnya. Proses penegakan hukum tetap berjalan seiring dengan kesinambungan layanan energi nasional.
Penyitaan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus korupsi tata kelola minyak dan kilang Pertamina periode 2018–2023. Dugaan korupsi tersebut melibatkan pihak Pertamina, sub-holding, dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Langkah tegas Kejagung ini menegaskan bahwa negara tidak hanya menindak pelaku, tetapi juga mengamankan aset. Proses hukum dipastikan berjalan transparan dan tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat.