TODAYNEWS.ID — Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Jimly Asshiddiqie, mengusulkan perubahan mekanisme pemilihan wakil presiden. Dalam wacananya, presiden tetap dipilih rakyat, namun wakilnya dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Menurut Jimly, usul ini bertujuan memperkuat sistem presidensial di Indonesia. Pemisahan mekanisme pemilihan dinilai bisa mengurangi beban politik dalam pemilu.
“Coba bayangkan, presiden cukup satu orang dipilih rakyat. Wakilnya bisa dipilih MPR,” ujar Jimly dalam diskusi terbatas beberapa waktu lalu.
Ia menilai format ini akan membuat presiden lebih fokus menjalankan pemerintahan tanpa tekanan koalisi besar. Sementara itu, MPR memiliki ruang strategis untuk menjaga keseimbangan kekuasaan.
Jimly menjelaskan bahwa pemilu langsung untuk pasangan presiden-wapres menimbulkan beban finansial dan politik yang tinggi. Ia menyarankan solusi struktural demi efisiensi dan kestabilan.
“Kalau terus menerus dua nama dipaketkan, maka sistem presidensial akan jadi semu,” katanya. Ia menyebut paket pasangan justru mendekatkan sistem ke arah parlementer terselubung.
Usul Jimly ini juga menyoroti praktik pemerintahan selama era reformasi. Koalisi besar yang terbentuk demi kemenangan pemilu cenderung menggerus efektivitas pemerintahan.
Menurutnya, pemilihan wapres oleh MPR akan menyeimbangkan kekuasaan antara cabang eksekutif dan legislatif. Mekanisme ini bisa mendorong akuntabilitas di tengah demokrasi multipartai.
Jimly juga menegaskan bahwa wacana ini bukan berarti melemahkan posisi presiden. Sebaliknya, ini adalah langkah untuk menguatkan sistem presidensial yang sejati.
“Sistem presidensial sejatinya menempatkan presiden sebagai pusat kekuasaan eksekutif. Tapi perlu ada kontrol dan penyeimbang yang kuat,” ujar mantan Ketua MK itu.
Wacana ini merupakan bagian dari lima gagasan Jimly untuk memperbaiki UUD 1945 secara terbatas. Ia menolak anggapan bahwa usul ini akan menghidupkan kembali sistem otoriter.
Diskursus ini menambah warna dalam pembicaraan reformulasi ketatanegaraan ke depan. Jimly berharap wacana tersebut bisa dikaji serius dan rasional oleh para legislator dan akademisi.