TODAYNEWS.ID — Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kejaksaan Agung untuk memeriksa mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Permintaan ini terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop senilai Rp 9,9 triliun.
Hingga kini, Kejagung baru mencegah tiga staf khusus menteri era Nadiem untuk ke luar negeri. Namun, ICW meragukan keterlibatan hanya berhenti pada stafsus.
Pasalnya, staf khusus tidak mempunyai kewenangan langsung dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Dalam pengadaan di atas Rp 200 juta, pihak yang bertanggung jawab adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
PPK bertugas menyusun rencana dan melaporkannya pada pengguna anggaran. Dalam hal ini, pengguna anggaran adalah menteri atau pihak yang ditunjuk menteri.
ICW menegaskan bahwa stafsus hanya pelaksana, bukan pengambil kebijakan. Oleh sebab itu, aktor lain seperti PPK, kuasa pengguna anggaran, dan menteri patut diperiksa.
“Oleh karena itu, pihak lain dari pelaku pengadaan yang perlu diperiksa oleh penyidik Kejagung di antaranya yaitu PPK, kuasa pengguna anggaran, dan Nadiem Makarim selaku menteri atau pengguna anggaran,” tegas Almas. Ia menyebut pemeriksaan harus menyasar pemberi perintah sesungguhnya.
ICW melihat potensi adanya permufakatan jahat dalam proyek ini. Sebab, berbagai kajian teknis internal kementerian yang menolak penggunaan Chromebook telah diabaikan.
Penentuan OS Chromebook dianggap mengabaikan realitas daerah dengan akses internet terbatas. Akibatnya, pengadaan tidak sesuai kebutuhan dan menjadi tidak efisien.
ICW juga meminta Kejagung membuka detail modus korupsi dan potensi kerugian negara. Transparansi dinilai penting agar publik mengetahui sejauh mana penyimpangan terjadi.
Selain itu, ICW dan KOPEL meminta evaluasi total oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Evaluasi itu termasuk distribusi laptop dan hasil program digitalisasi sejak 2019.
Meski menteri telah berganti, kementerian tetap wajib memberi laporan publik. Mereka harus menunjukkan akuntabilitas atas penggunaan anggaran negara.
ICW menilai transparansi dan evaluasi adalah kunci agar kasus ini tak terulang. Kejelasan tanggung jawab akan memperkuat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.