TODAYNEWS.ID – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Efendi meminta aparat penegak hukum menindaktegas dugaan aksi pemerasan Organisasi Masyarakat (Ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB Jaya) kepada Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG).
Aksi dugaan pemerasan itu terjadi ketika pihak BMKG merasa keberatan terkait adanya aktifitas yang dilakukan Ormas GRIB jaya di lahan milik nya di Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Provinsi Banten dengan luas sebesar 127.780 meter.
Namun ketika hendak akan ditertibkan, Ormas GRIB Jaya diduga menuntut biaya ganti rugi terhadap BMKG sebesar RP 5 miliar sebagai syarat untuk menarik anggota dari lahan tersebut.
Menyikapi hal itu sosok pria yang akrab disapa Dede itu mengatakan tindakan penguasaan lahan milik orang lain tanpa izin harus itu segera di proses hukum jika sebelumnya tidak dapat diselesaikan dengan langkah mediasi.
“Prinsipnya ya kalau siapapun juga kalau menempati lahan milik orang lain tanpa izin atau tanpa surat-surat saya rasa itu tetap ditindak tegas,” ujar Dede kepada wartawan, Sabtu (24/5/2025).
Sementara itu, Dedi menilai bahwa fenomena keberadaan Ormas yang diduga sengaja menduduki lahan tanpa izin pemilik itu tidak hanya terjadi saat ini melainkan diduga sudah cukup lama terjadi.
Menurut Dedi, penguasaan lahan tanpa izin pemilik itu ditengarai kerapkali juga dilakukan Ormas bukan hanya terjadi kepada lahan milik negara melainkan juga menyasar kepada masyarakat yang menjadi korban
Oleh karena itu, Dedy mendesak pihak kepolisan untuk melakukan langkah preventif dan penegakan hukum baik dalam kasus lahan milik BMKG maupun konflik tanah lainya yang menyasar ke masyarakat.
Dedi menambahkan, langkah preventif dan ketegasan penindakan hukum itu harus dilakukan dalam rangka untuk mencegah permasalahan itu terulang kembali yang menimbulkan kerugian terhadap masyarakat.
“Karena banyak beberapa cerita lahan-lahan kosong itu kemudian diduduki oleh ormas tertentu yang kemudian lama-lama akhirnya menjadikan posko dan tidak bisa dipindah, atau menunggu yang disebut sebagai uang kerohiman padahal tidak punya hak apa-apa,” ujarnya.
“Nah namun ada kalanya juga memaksa untuk memiliki, nah ini yang kemudian sering sekali terjadi kasus-kasus perebutan lahan tanah yang di mana pemilik tidak bisa mengambilnya,” tandas Dedi. (GIB)
Tidak ada komentar