Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.TODAYNEWS.ID — KPK resmi mengembalikan uang rampasan Rp 883 miliar dari kasus investasi fiktif PT Taspen ke kas negara.
Pengembalian ini menjadi bagian dari upaya memulihkan kerugian negara dalam perkara korupsi dana pensiun yang disebut KPK sebagai salah satu kejahatan paling memilukan.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa korupsi pada dana pensiun menyasar kelompok yang seharusnya dilindungi.
“KPK memandang korupsi pada dana pensiun adalah salah satu kejahatan yang paling miris karena korbannya adalah kelompok masyarakat yang telah mengabdi puluhan tahun kepada negara,” ujarnya.
Asep menceritakan pengalaman pribadi untuk menggambarkan betapa pentingnya dana pensiun bagi kehidupan para purnabakti. Ia menyebut orang tuanya yang pensiunan pegawai negeri sangat bergantung pada dana tersebut untuk kebutuhan keluarga.
“Uang ini sangat berharga sehingga bisa digunakan untuk kembali menjadi modal usaha dan ini sangat menolong. Dan ketika terjadi dikorupsi tentu sangat miris,” kata Asep. Ia menegaskan bahwa dampak korupsi tersebut dirasakan langsung oleh para pensiunan di seluruh Indonesia.
KPK mendorong PT Taspen melakukan perbaikan dalam pengelolaan dana pensiun setelah kasus ini terungkap. Menurut Asep, setiap rupiah yang hilang merupakan bagian dari hak masa tua ASN yang seharusnya terjamin.
“Kami sangat berharap pengelolaan ke depan bisa lebih transparan dan bisa menghasilkan berkembangnya ekonomi,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa penyalahgunaan dana pensiun berarti “merenggut penghidupan masa tua ASN se-Indonesia bersama keluarganya”.
Asep juga mengungkapkan besarnya angka kerugian negara dalam kasus ini jika dihitung secara sederhana. “Jika dikonversi nilai Rp 1 triliun itu setara membayar 400 ribu gaji pokok ASN,” ucapnya.
KPK hari ini memamerkan tumpukan uang rampasan hasil korupsi PT Taspen yang mencapai Rp 883.038.394.268. Uang tersebut ditata dalam pecahan Rp 100 ribu dan diperlihatkan di Gedung Merah Putih sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Perkara investasi fiktif PT Taspen telah melalui proses panjang penyidikan dan persidangan. Dua tersangka awal dalam kasus ini adalah Dirut Taspen, Antonius NS Kosasih (ANSK), dan mantan Dirut PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto (EHP).
Kosasih telah divonis 10 tahun penjara setelah hakim menyatakan ia terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Kerugian negara dalam perkara tersebut mencapai Rp 1 triliun dari praktik investasi fiktif yang mereka jalankan.
Ekiawan sendiri dijatuhi hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD 253.660, dengan ancaman dua tahun kurungan jika hartanya tidak mencukupi.
KPK kemudian mengembangkan penyidikan dan menetapkan PT IIM sebagai tersangka korporasi. Penetapan tersebut merupakan bagian dari penelusuran lanjutan terkait penyimpangan investasi yang dikelola oleh perusahaan tersebut untuk PT Taspen.
Pengusutan ini disebut sebagai salah satu langkah penting dalam memperbaiki tata kelola dana pensiun negara. KPK menegaskan komitmennya untuk memastikan hak-hak pensiunan terlindungi dari praktik korupsi serupa di masa mendatang.