Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Kurniasih Mufidayati. Foto: IstimewaTODAYNEWS.ID – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati, mendorong penguatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dibawah kepemimpinan Kepala BRIN yang baru, Arif Satria.
“Dengan pengalaman panjang sebagai sarjana dan Rektor IPB, kami berharap beliau mampu membawa terobosan baru dalam penguatan penelitian dan inovasi nasional,” ujar Kurniasih dalam keterangannya, Sabtu (15/11/2025).
Kurniasih menilai, kepemimpinan baru BRIN datang pada saat yang sangat krusial. Di satu sisi, kemajuan Indonesia menunjukkan kenaikan ke peringkat 61 dari 132 negara dalam Global Innovation Index (GII) 2023, sebuah lompatan 14 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, di sisi lain, pemerintah menargetkan Indonesia bisa menembus 50 besar dunia pada tahun 2029, yang berarti tantangannya masih sangat besar.
“Capaian di Global Innovation Index patut diapresiasi, tapi tidak boleh membuat kita berpuas diri. Target 50 besar dunia hanya bisa tercapai jika ekosistem risetnya benar-benar dibenahi dari hulu ke hilir, bukan sekadar kosmetik peringkat,” tegasnya.
Kurniasih mengingatkan bahwa sampai hari ini anggaran riset Indonesia masih tergolong sangat rendah.
Berdasarkan data internasional menunjukkan belanja riset Indonesia masih berkisar seperempat persen dari PDB dan belum pernah menyentuh 1 persen sejak 2016, jauh di bawah rata-rata negara berpendapatan menengah ke atas yang berada pada kisaran 1 hingga 2 persen PDB.
“Kalau kita ingin BRIN dan riset dunia bekerja maksimal, maka pemerintah sebaiknya lebih serius memastikan adanya dan berjalannya peta jalan peningkatan anggaran riset menuju minimal 1 persen dari PDB secara bertahap. Komisi X DPR RI siap mengawal dari sisi penganggaran dan pengawasan,” kata Kurniasih.
Anggaran penelitian BRIN kata dia, harus ditingkatkan dan lebih menyentuh pada kegiatan penelitian, inovasi, serta penelitian infrastruktur di seluruh Indonesia, khususnya daerah-daerah yang masih perlu pengembangan.
“Kepala BRIN memiliki PR yang besar untuk memastikan setiap anggaran anggaran penelitian benar-benar menghasilkan dampak nyata bagi ilmu pengetahuan, kebijakan publik, dan kesejahteraan rakyat,” lanjutnya.
Selain itu, Kurniasih juga menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut banyak inovasi BRIN belum memberikan manfaat optimal bagi masyarakat, pelaku UMKM, industri, maupun kementerian dan lembaga lain, meski secara jumlah inovasi dan tindak lanjut rekomendasi BPK sudah cukup baik.
“Temuan BPK jelas menjadi alarm. Riset bukan laporan kompetisi dan angka output, tetapi harus dirasakan oleh petani, nelayan, pelaku UMKM, dunia industri, dan pemangku kebijakan di daerah,” ujar Kurniasih.
“BRIN harus berani melakukan deregulasi di tingkat teknis. Skema pendanaan penelitian harus lebih sederhana, transparan, dan ramah peneliti tanpa mengorbankan akuntabilitas. Peneliti kita terlalu banyak menghabiskan waktu untuk urusan administrasi, bukan untuk berpikir dan bekerja di laboratorium maupun lapangan,” tambahnya.
Untuk itu, kata Kurniasih, pernyataan Kepala BRIN yang ingin memperkuat science-techno park di daerah dan mengawal program prioritas nasional di bidang pangan, energi, dan udara, Kurniasih menilai apakah hal itu sejalan dengan kebutuhan Indonesia saat ini.
“Dengan latar belakang Prof. Arif yang kuat di dunia kampus, kami berharap BRIN menjadi jembatan kokoh antara kampus, industri, dan pemerintah daerah. Science-techno park harus benar-benar hidup sebagai ruang hilirisasi penelitian, bukan sekadar papan nama,” katanya.