wp-user-manager domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/todr5874/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Ahmad Heryawan. Foto: Istimewa TODAYNEWS.ID – Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Ahmad Heryawan (Aher), menekankan pentingnya penyelesaian konflik agraria secara objektif dan adil dengan melibatkan semua pihak terkait.
Menurut Aher, persoalan agraria yang kerap dihadapi masyarakat tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Pasalnya, setiap pihak memiliki pandangan subjektif yang harus dipertemukan dalam forum yang adil agar menghasilkan keputusan yang objektif.
“Kalau kita berpendapat kan ini subjektif. Bapak juga ketika cerita pandangan subjektif Bapak, jadi kalau kita memanggil pihak terkait, mereka pun punya pandangan subjektif. Nah, nanti ketika semua pandangan itu ditemukan, barulah bisa ditemukan kebenaran objektifnya,” ujar Aher dalam keterangannya, Kamis (13/11/2025).
Aher mencontohkan terkait permasalahan agraria yang melibatkan masyarakat Suku Anak Dalam, petani Kabupaten Batang Hari, dan petani Muaro Jambi dengan PT Berkat Sawit Utama merupakan potret umum dari berbagai konflik serupa yang terjadi di banyak daerah di Indonesia.
Ia menyebut, konflik tersebut sering terjadi akibat tumpang tindih lahan akibat pemberian Hak Guna Usaha (HGU) yang merambah kawasan milik masyarakat.
“Konflik ini karena HGU yang diberikan oleh BPN kepada PT Berkat Sawit Utama itu merambah kawasan yang selama ini dikelola dan dimiliki para petani. Akibatnya, masyarakat dirugikan karena lahan tempat mereka menggantungkan hidup justru diserobot oleh perusahaan,” jelasnya.
Anggota Komisi II DPR itu juga menyoroti adanya ketimpangan hubungan kekuasaan antara perusahaan pemegang modal besar dengan masyarakat kecil. Kondisi ini, menurutnya, membuat posisi masyarakat semakin lemah dalam memperjuangkan hak atas tanahnya.
“Seringkali di masyarakat itu ada kerelaan, tanah tidak diurus pada asalnya. Ini jadi peluang bagi para pemilik HGU untuk menghapus kepemilikan masyarakat. Apalagi hubungan kuasa perusahaan dan pemegang kebijakan jauh lebih kuat dari masyarakat biasa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Aher meminta agar kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), serta pemerintah daerah juga turut hadir dan memberikan klarifikasi secara menyeluruh atas permasalahan ini.
“Kami akan mengundang menteri terkait agar penjelasan yang panjang bisa diringkas secara utuh. Bertujuan agar masalah ini jelas dan bisa diselesaikan tanpa mengurangi makna dan keadilan bagi masyarakat,” tegasnya.
Aher menambahkan, penyelesaian konflik agraria ini diharapkan tidak hanya menjadi solusi bagi satu kasus, tetapi juga menjadi model penyelesaian bagi ribuan kasus serupa di seluruh Indonesia.
“Kalau satu kasus seperti ini bisa selesai dengan baik, maka bisa menjadi model bagi dua ribu lima ratus kasus lainnya di Indonesia. Penyelesaian yang utuh, adil, dan berpihak pada rakyat kecil,” tutupnya.