Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu. TODAYNEWS.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan praktik korupsi yang menyeret Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Agus Pramono (AGP). Lembaga antirasuah itu juga mendalami bagaimana Agus bisa bertahan di jabatan strategis tersebut selama 13 tahun sejak 2012.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut pendalaman ini bagian dari pengembangan kasus suap di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo. Agus telah ditetapkan sebagai salah satu dari empat tersangka dalam perkara ini.
“Dia menerima (dugaan suap) dari kepala dinas, dan kemudian untuk mempertahankan jabatannya apakah dia memberi juga kepada bupati? Itu yang sedang kami dalami,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11/2025). Pernyataan ini membuka dugaan adanya pola timbal balik dalam praktik suap jabatan.
Asep menegaskan, hingga kini KPK baru menetapkan Agus sebagai tersangka penerima suap. Belum ada bukti kuat bahwa ia juga bertindak sebagai pemberi kepada pihak lain.
Selain Agus, tiga nama lain yang ikut terseret adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD Dr Harjono Yunus Mahatma (YUM), dan pihak swasta Sucipto (SC). Keempatnya diduga terlibat dalam jaringan suap jabatan, proyek rumah sakit, serta penerimaan gratifikasi.
Asep menjelaskan, Agus diduga menjadi perantara dalam pengurusan jabatan di lingkup Pemkab Ponorogo. “Pengurusan jabatan itu melalui sekda dahulu, baru ke bupati. Jadi sekda menjadi penghubung dalam prosesnya,” jelasnya.
KPK mengumumkan penetapan empat tersangka tersebut pada Sabtu (9/11/2025). Lembaga antirasuah memecah perkara ini ke dalam tiga klaster tindak pidana korupsi.
Klaster pertama menyangkut pengurusan jabatan dengan penerima suap Sugiri Sancoko dan Agus Pramono, serta pemberi Yunus Mahatma. Klaster kedua terkait proyek RSUD Dr Harjono dengan penerima Sugiri dan Yunus, serta pemberi Sucipto.
Sementara klaster ketiga berfokus pada gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo. Dalam klaster ini, Sugiri disebut sebagai penerima dan Yunus Mahatma sebagai pemberi.
KPK menduga seluruh transaksi dilakukan secara berjenjang. Pola tersebut mengindikasikan adanya struktur terorganisir dalam penentuan jabatan dan pengaturan proyek daerah.
“Kami masih menelusuri aliran dana dan bentuk pemberian lainnya, termasuk apakah ada keterlibatan pihak lain dalam mempertahankan jabatan sekda sejak 2012,” ujar Asep. Ia menegaskan penyidik terus memeriksa semua kemungkinan keterlibatan pejabat daerah.
KPK memastikan proses penyidikan berjalan transparan dan mendalam. Setiap pihak yang terlibat, baik dari unsur pemerintah daerah maupun swasta, akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Apabila terbukti bersalah, para tersangka akan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan itu telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.