roy-suryo-ogah-hadir-ke-polda-singgung-laporan-tak-punya-legal-standing_57pHrja2sxTODAYNEWS.ID – Pakar Telematika Roy Suryo, angkat bicara usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Mantan Menpora era SBY itu menilai langkah hukum terhadap dirinya sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi dan penelitian publik serta akan menjadi preseden buruk.
“Ini akan menjadi preseden yang sangat buruk, ya, kalau ada seseorang yang meneliti dokumen publik kemudian ditersangkakan dan kemudian dikriminalisasi. Itu yang sangat buruk,” kata Roy Suryo kepada wartawan, Jumat (7/11/2025).
Roy menegaskan, kasus yang menjeratnya bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan bentuk perjuangan atas hak warga negara untuk mengkaji dokumen publik.
“Ini adalah perjuangan kita bersama, bersama rakyat Indonesia, selaku masyarakat yang bebas untuk melakukan penelitian atas dokumen publik,” ujarnya.
Mantan politikus Partai Demokrat itu juga menyebut dirinya bersama para pihak lain yang turut dijerat sebagai pejuang kebebasan akademik dan hak publik atas informasi.
“Saya tetap mengajak untuk semua yang ketujuh orang lain, kedelapan orang untuk tetap tegar,” ucap Roy.
Meski berstatus tersangka, Roy menyatakan tetap menghormati proses hukum yang menjeratnya. Ia juga menegaskan bahwa tidak akan melakukan perlawanan emosional terhadap keputusan tersebut.
“Status TSK itu masih harus kita hormati dan kita, saya sikap saya apa? Senyum saja,” kata Roy.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi dokumen yang dilaporkan oleh mantan Presiden Jokowi.
“Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi data yang dilaporkan oleh Bapak Jokowi,” ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/11/2025).
Delapan tersangka itu terbagi dalam dua klaster. Klaster pertama meliputi Eggi Sudjana (ES), Kurnia Tri Rohyani (KTR), Damai Hari Lubis (DHL), Rustam Effendi (RE), dan Muhammad Rizal Fadillah (MRF).
Sementara klaster kedua terdiri atas Roy Suryo (RS), Rismon Hasiholan Sianipar (RHS), dan Tifauziah Tyassuma alias dr. Tifa (TT). Keduanya dijerat dengan pasal berbeda sesuai peran dan bentuk perbuatannya.
“Klaster pertama dijerat dengan Pasal 310, Pasal 311, Pasal 160 KUHP, Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4), dan Pasal 28 UU ITE. Sedangkan klaster kedua dijerat dengan Pasal 310, Pasal 311 KUHP, Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 35 UU ITE,” jelas Asep.