Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.TODAYNEWS.ID — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi sorotan publik terkait empat Gubernur Riau yang tersandung kasus korupsi. Lembaga antirasuah itu menegaskan terus melakukan upaya pencegahan sistemik di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Pernyataan ini disampaikan setelah Gubernur Riau Abdul Wahid ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan. Kasus tersebut menjadikannya gubernur keempat dari Riau yang ditangani KPK.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan lembaganya secara rutin melakukan pengawasan terhadap seluruh pemerintah daerah.
“Melalui fungsi koordinasi dan supervisi, KPK intens melakukan pendampingan sekaligus pengawasan kepada seluruh pemerintah daerah, termasuk di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau,” kata Budi, Kamis (6/11/2025).
Budi menjelaskan, KPK memiliki dua instrumen utama untuk memperkuat pencegahan korupsi. Kedua instrumen tersebut adalah Monitoring Center for Prevention (MCP) dan Survei Penilaian Integritas (SPI).
Melalui MCP, KPK memantau delapan area yang dianggap paling rawan penyimpangan. Area itu mencakup perencanaan, penganggaran, hingga pengadaan barang dan jasa agar anggaran publik digunakan secara efektif.
Sementara SPI digunakan untuk mengukur tingkat integritas institusi pemerintahan. Survei ini melibatkan pihak internal, para ahli, jurnalis, dan masyarakat sebagai pengguna layanan publik.
Menurut Budi, hasil dari dua instrumen tersebut menjadi dasar evaluasi bagi kepala daerah dan lembaga terkait. Tujuannya agar tata kelola pemerintahan semakin transparan dan akuntabel.
Kasus Abdul Wahid menambah panjang daftar kepala daerah Riau yang dijerat korupsi. Sebelumnya, tiga gubernur lain telah lebih dulu ditangani KPK.
Gubernur pertama yang terjerat adalah Saleh Djasit, politikus Partai Golkar yang divonis empat tahun penjara pada 2003. Ia terbukti melakukan korupsi pengadaan 16 unit mobil pemadam kebakaran senilai Rp15,2 miliar.
Berikutnya, Rusli Zainal yang memimpin dua periode pada 2003–2013 juga terlibat dua kasus besar. Ia menerima suap dalam proyek pembangunan venue PON XVIII 2012 dan kasus izin usaha kehutanan (IUPHHK-HT).
Rusli terbukti menyalahgunakan wewenang demi memperlancar perizinan dan proyek pembangunan. Ia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara yang kemudian dikurangi menjadi 10 tahun melalui Peninjauan Kembali.
Kemudian, Annas Maamun yang menjabat pada 2014–2019 juga tak luput dari jeratan hukum. Ia menerima suap untuk mengubah status kawasan hutan demi kepentingan pengusaha sawit.
Annas divonis tujuh tahun penjara setelah ditangkap bersama pengusaha Gulat Medali Emas. Meski sempat memperoleh grasi pada 2020, ia kembali dipenjara karena kasus gratifikasi pengesahan RAPBD.
Dengan empat gubernur berturut-turut terseret korupsi, KPK menegaskan pentingnya perbaikan sistem tata kelola daerah. Melalui MCP dan SPI, lembaga antirasuah berkomitmen menjaga agar praktik serupa tidak terus berulang di Riau.