TODAYNEWS.ID — Partai NasDem menonaktifkan dua kadernya di DPR, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, mulai 1 September 2025. Keduanya dinilai menyampaikan ucapan yang mencederai perasaan rakyat.
Keputusan tersebut diumumkan melalui siaran pers resmi partai. Surat ditandatangani langsung oleh Ketua Umum Surya Paloh dan Sekjen Hermawi Taslim.
Dokumen itu dikeluarkan pada Minggu (31/8/2025). Isinya menegaskan sanksi berlaku efektif sehari setelahnya.
“Bahwa atas pertimbangan hal-hal tersebut di atas dengan ini DPP Partai NasDem menyatakan terhitung sejak hari Senin, 1 September 2025, DPP Partai NasDem menonaktifkan saudara Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem,” demikian bunyi surat tersebut.
Sekjen DPP Partai NasDem, Hermawi F Taslim, menegaskan partai tetap berpijak pada aspirasi rakyat. Ia menyebut pernyataan kader yang melukai hati masyarakat sebagai bentuk penyimpangan.
“Bahwa dalam perjalanan mengemban aspirasi masyarakat ternyata ada pernyataan dari pada wakil rakyat khususnya Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem yang telah menyinggung dan mencederai perasaan rakyat, dan hal tersebut merupakan penyimpangan terhadap perjuangan Partai NasDem,” kata Hermawi.
Ia menambahkan sanksi penonaktifan berlaku mulai Senin. “Atas pertimbangan hal-hal tersebut di atas dengan ini DPP Partai NasDem menyatakan terhitung sejak hari Senin, 1 September 2025 DPP Partai NasDem menonaktifkan saudara Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem,” ucapnya.
Nama Ahmad Sahroni mendapat sorotan usai komentarnya terkait pembubaran DPR. Ia menyebut desakan itu sebagai pandangan yang keliru.
Bahkan Sahroni melontarkan kalimat tajam dengan menyebut kritik itu sebagai “mental orang tolol”. Ucapannya menuai kecaman luas dari publik.
Dua hari sebelum penonaktifan, Sahroni sudah dicopot dari jabatan Wakil Ketua Komisi III. Ia kemudian dimutasi menjadi anggota Komisi I.
Nafa Urbach juga terseret polemik serupa. Ia menuai kritikan keras akibat video dukungan terhadap tunjangan rumah DPR.
Publik menilai pernyataannya tidak sensitif di tengah krisis kepercayaan. Gelombang protes terhadap DPR makin meluas sejak isu tunjangan mencuat.