TODAYNEWS.ID — Pemerintah Indonesia tengah intensif berunding dengan Amerika Serikat terkait kenaikan tarif ekspor sebesar 10 persen. Kebijakan baru itu mulai berlaku sejak awal April 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan beban ekspor Indonesia kini melonjak. “Tarif tambahan 10 persen membuat beban ekspor kita meningkat drastis,” kata Airlangga, Jumat (18/4/2025).
Ia menjelaskan, tarif dasar untuk tekstil, garmen, dan alas kaki sebelumnya berkisar 10-37 persen. Namun kini melonjak menjadi 20-47 persen tergantung jenis produknya.
Pemerintah Amerika menolak menanggung beban tambahan itu sepenuhnya. Bahkan, pembeli di AS meminta agar Indonesia ikut menutupi kenaikan biaya tersebut.
Menanggapi hal ini, Indonesia menawarkan sejumlah skema kompensasi kepada AS. Salah satunya adalah peningkatan impor energi dari AS seperti LNG dan sweet crude oil.
Selain itu, pemerintah RI juga siap memperbesar impor produk agrikultur asal AS. Produk seperti gandum dan hasil pertanian lainnya masuk dalam daftar prioritas.
Di sektor strategis, RI menawarkan peluang investasi kepada perusahaan-perusahaan AS. Termasuk kerja sama dalam pengembangan mineral penting dan rantai pasok industri.
“Kita juga dorong kolaborasi di bidang pendidikan, teknologi, dan layanan keuangan,” ujar Airlangga. Pemerintah ingin memastikan relasi bilateral tetap saling menguntungkan.
Sambil bernegosiasi, RI juga mengantisipasi penurunan ekspor ke AS. Beberapa negara seperti Uni Eropa, Australia, Meksiko, dan Amerika Latin siap menjadi pasar alternatif.
“Kita percepat CEPA dengan Uni Eropa, dan ada komitmen dari Australia juga,” katanya. Pemerintah juga menjajaki peluang dagang dengan blok Eurasia hingga pertengahan tahun.
Airlangga menegaskan, proses perundingan dengan AS berjalan secara positif. “Indonesia optimis perundingan 60 hari bisa mencapai nilai yang positif,” ujarnya.