TODAYNEWS.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mengajukan kasasi atas putusan lepas (ontslag) terhadap tiga korporasi besar dalam perkara korupsi minyak goreng. Permohonan kasasi tersebut diajukan pada 27 Maret 2025.
“Sudah (ajukan kasasi) per tanggal 27 Maret 2025 sesuai akta permohonan kasasi,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, Selasa (15/4/2025).
Tiga terdakwa korporasi yang dijatuhi vonis lepas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat adalah PT Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Vonis tersebut menuai sorotan luas dan memicu polemik.
Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap. MA menyatakan siap mengawal proses kasasi yang diajukan Kejagung.
“Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena penuntut umum telah mengajukan upaya hukum kasasi,” kata Juru Bicara MA, Yanto, Senin (14/4).
MA kini menunggu kelengkapan berkas kasasi dari Pengadilan Tipikor Jakarta. Setelah lengkap, dokumen akan dikirim secara elektronik ke MA untuk proses peninjauan lebih lanjut.
Namun, polemik vonis lepas ini semakin panas setelah muncul dugaan suap dalam proses persidangan. Kejagung mengungkap adanya indikasi korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat peradilan.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, telah ditahan karena diduga menerima suap senilai Rp 60 miliar terkait vonis lepas itu.
Selain Arif, tiga hakim lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto. Mereka diduga menerima suap senilai Rp 22,5 miliar.
Tak hanya itu, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, turut terseret dalam kasus yang menyeret citra lembaga peradilan ini.
Seluruh tersangka diduga bersekongkol untuk memuluskan putusan lepas terhadap korporasi yang terjerat kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Kasasi Kejagung ini menjadi langkah lanjutan untuk membatalkan vonis lepas yang dinilai mencederai keadilan dan menegaskan komitmen pemberantasan korupsi di sektor strategis nasional.