Tumpukan sampah di TPS Gunung Batu Timur Kota Bandung. (Todaynews.id)TODAYNEWS.ID – Pemerintah Kota Bandung mengakui jika tantangan terbesar dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung bukan hanya soal teknologi, tetapi cara pandang masyarakat terhadap sampah.
“Tantangan utama bagi kami adalah bagaimana mengubah paradigma dari ‘sampah itu dibuang saja’ menjadi ‘sampah diolah sejak awal’. Mulai dari rumah tangga, kawasan, sampai titik pengumpulan, semuanya harus berubah mindset,” ujar Wakil Wali Kota Bandung, Erwin.
Selain perubahan perilaku, Erwin juga menyoroti keterbatasan lahan dan infrastruktur pengolahan sampah.
“Kita punya keterbatasan kapasitas di tempat pembuangan akhir. Karena itu, pengelolaan harus dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Pemerintah, masyarakat, dan mitra swasta harus bekerja sama lebih kuat,” ungkapnya.
Menurutnya, Kota Bandung harus bergerak menuju pengelolaan sampah yang lebih terstruktur dan berkelanjutan.
“Bukan hanya angkut dan buang, tapi olah dan manfaatkan potensi sampah itu sendiri,” katanya.
Erwin menjelaskan, pemerintah terus memperkuat pengembangan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di beberapa kawasan Kota Bandung.
Salah satunya, TPST Tegallega dikembangkan untuk mengolah sekitar 25 ton sampah per hari menjadi RDF (Refuse Derived Fuel) yang digunakan industri semen.
Sedangkan TPST Nyengseret sudah mulai beroperasi dan terus meningkatkan kapasitas, sehingga berhasil mengurangi sampah yang masuk ke TPA dari wilayah sekitarnya.
Di Gedebage disiapkan TPST dengan kapasitas besar dan ditargetkan mampu mengurangi hingga 60 ton sampah per hari jika beroperasi optimal.
“Dengan kombinasi berbagai TPST ini, kami optimis volume sampah yang dibuang ke TPA bisa ditekan signifikan,” tutur Erwin.
Untuk memperkuat peran masyarakat, Pemkot Bandung menyediakan berbagai fasilitas dan sistem pendukung.
“Pertama, kami dorong warga untuk mulai memilah sampah organik dan anorganik, kurangi sampah sekali pakai, dan manfaatkan sampah organik menjadi kompos. Program Kawasan Bebas Sampah (KBS) sudah berjalan dan terus meningkat,” jelas Erwin.
Ia mengatakan, pemerintah memberikan pembinaan dan fasilitas ke permukiman, pasar, dan kawasan komersial agar pengelolaan dilakukan sedekat mungkin dari sumbernya. Warga juga diberi kemudahan melapor titik sampah liar agar bisa segera ditangani.
“Warga bukan hanya penerima layanan, tapi bagian dari solusi,” tegasnya.
Erwin mengakui bahwa tingkat pengelolaan sampah antarwilayah masih berbeda-beda. Ada kawasan yang sudah maju, namun ada juga yang masih tertinggal.
“Karena itu kami pakai pendekatan hulu ke hilir. Mulai dari rumah tangga, titik kumpul, pengangkutan, sampai pemanfaatan akhir. Bukan hanya fokus di pembuangan akhir,” katanya.***