Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga (BEM Unair) bakal menggelar aksi demonstrasi tolak efesiensi anggaran dinilai berdampak pada pendidikan hingga kesejahteraan masyarakat.
Demo tersebut rencananya digelar di depan depan gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, Senin (17/2) besok.
Presiden BEM Unair Aulia Thaariq Akbar menjelaskan total ada delapan tuntutan yang disampaikan. Tuntutan itu merupakan hasil konsolidasi yang dilakukan pada Jumat (14/2) kemarin.
“Ada beberapa poin tuntutan seperti penolakan efisiensi sektor pendidikan, tolak multifungsi TNI di bebera lembaga pemerintahan, merobak dan memangkas kabinet yang gemuk,” ujar mahasiswa yang akrab disapa Atha ini, Minggu (16/3).
Atha menjelaskan tuntutan itu antara lain, pertama soal anggaran pendidikan dan beasiswa. BEM Unair menolak pemotongan anggaran pendidikan yang mengancam kualitas tenaga pendidik dan kesejahteraannya.
“Menuntut transparansi dan kejelasan terkait pemotongan beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) dan dana pendidikan lainnya dan mempertanyakan komitmen pemerintah dalam investasi pendidikan menuju Indonesia Emas 2045,” ungkapnya.
Poin kedua soal kesehatan dan BPJS. BEM Unair menolak pemotongan anggaran kesehatan yang berdampak pada BPJS dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
“Mendesak pemerintah untuk memprioritaskan kesehatan sebagai kebutuhan dasar rakyat,” tuturnya.
Lalu poin ketiga soal Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pihaknya setuju dengan program tersebut, tetapi menolak implementasinya yang mengorbankan sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan.
“Kami, meminta transparansi sasaran program agar hanya menyasar masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Mempertanyakan keterlibatan TNI dalam implementasi MBG serta potensi kembalinya Dwi Fungsi ABRI,” ucapnya.
Poin empat soal pemotongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk tnfrastruktur dan ransportasi. BEM Unair menolak pemotongan anggaran transportasi publik seperti Trans Metro Dewata.
“Menuntut Pemda untuk meningkatkan layanan transportasi umum, terutama di Surabaya Raya. Menolak pengalihan APBD ke MBG yang mengorbankan transportasi publik dan infrastruktur penting lainnya,”
Poin lima soal Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kampus. Pada kebijakan tersebut, pihaknya menolak karena bertentangan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
“Menentang keputusan pemerintah yang tidak memprioritaskan rakyat dalam pengelolaan sumber daya alam,” sebut Atha.
Poin enam, soal kebijakan populis dan beban utang negara. BEM Unair mengkritisi program populis seperti kenaikan gaji hakim dan guru yang berisiko membebani keuangan negara.
“Kami mempertanyakan transparansi utang luar negeri, terutama bunga utang ke China yang mencapai Rp 800 triliun/tahun. Kami juga mempertanyakan keberlanjutan proyek IKN yang didanai APBN meski dijanjikan akan dibiayai investor,” tuturnya.
Poin tujuh soal efisiensi anggaran dan kebijakan ekonomi. Pihaknya menolak kebijakan pemerasan ekonomi rakyat, seperti parkir berbayar dengan Bank Mandiri yang tidak transparan. Pihaknya juga mengkritisi pengadaan barang militer yang tidak esensial di tengah pemotongan anggaran sektor vital.
“Kami mempertanyakan efektivitas kebijakan ekonomi yang cenderung membebani rakyat kecil,” sebut Atha.
Poin ke delapan soal pembungkam akamisi dan otoritarianisme. BEM Unair menolak pembubaran Pusat Studi HAM FH Unair dan tindakan pembungkaman akademis lainnya.
“Kami mengkritisi campur tangan pemerintah dalam kajian akademik yang seharusnya independen. Menuntut DPR agar menjalankan fungsi check and balance, bukan sekadar mendukung pemerintah,” pungkas dia. (mcr23/jpnn)