TODAYNEWS.ID – Sebuah penelitian dari Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengungkap fakta mengejutkan terkait kebiasaan penggunaan gawai di kalangan remaja.
Studi yang melibatkan 355 siswa SMP di Surabaya menunjukkan bahwa anak-anak usia 12 hingga 15 tahun menghabiskan rata-rata hampir 6 jam per hari menatap layar smartphone.
Yang lebih mengkhawatirkan, sekitar 70 persen dari durasi tersebut terjadi di malam hari—waktu yang seharusnya digunakan untuk beristirahat.
Aktivitas ini mayoritas digunakan untuk menjelajah media sosial dan bermain gim, bukan untuk belajar atau kegiatan produktif lainnya.
“Data kami menunjukkan bahwa 91,5 persen penggunaan gawai oleh anak-anak digunakan untuk hiburan. Hanya 8,5 persen yang menggunakan perangkatnya untuk tujuan edukatif,” jelas Guru Besar FIKK Unesa, Prof. Nanik Indahwati.
Dalam sepekan, waktu yang dihabiskan di depan layar mencapai 41 jam lebih. Rinciannya, penggunaan malam hari mencapai 70,7 persen, sore hari 21,1 persen, siang hari 7,3 persen, dan pagi hari hampir tidak ada karena umumnya digunakan untuk kegiatan sekolah.
Menurut Prof. Nanik, kebiasaan ini bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik, emosional, maupun sosial. “Dampak jangka panjangnya bisa merusak ritme tidur, membuat anak lalai makan, kurang bergerak, hingga kesulitan mengatur emosi,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa cahaya biru dari layar gawai dapat menekan produksi hormon melatonin yang berperan penting dalam pengaturan tidur. Akibatnya, kualitas tidur terganggu, yang selanjutnya memengaruhi kemampuan anak dalam berkonsentrasi, mengelola stres, dan berinteraksi sosial.
Paparan layar yang berkepanjangan, lanjut Nanik, juga berkaitan dengan peningkatan risiko kecemasan, depresi, serta gangguan impulsivitas—di mana anak cenderung mengambil keputusan secara spontan tanpa mempertimbangkan risiko.
Tak hanya itu, ketergantungan pada gawai juga berdampak pada kesehatan otak. Beberapa area penting yang berkaitan dengan kemampuan berpikir dan kontrol diri bisa mengalami penurunan fungsi akibat minimnya aktivitas fisik dan kurangnya interaksi sosial tatap muka.
“Sudah saatnya orang tua dan guru memperkuat peran mereka. Anak-anak butuh pendampingan dan arahan untuk menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan aktivitas fisik dan interaksi sosial yang sehat,” tegasnya.
Prof. Nanik juga mendorong agar sekolah menyediakan ruang lebih besar bagi olahraga dan kegiatan sosial, serta memberikan edukasi tentang penggunaan teknologi secara bijak. “Anak-anak tak hanya butuh gadget, tapi juga butuh gerak, komunikasi nyata, dan kehidupan sosial yang sehat,” pungkasnya.
Tidak ada komentar