TODAYNEWS.ID – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra, Azis Subekti, menyoroti pengibaran bendera Bulan Bintang yang merupakan simbol perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) hingga tertibkan oleh TNI.
“Seharusnya dibaca dengan kacamata yang lebih empatik. Ia bukan semata persoalan simbol, melainkan ekspresi kegelisahan sosial yang belum sepenuhnya tertangani,” kata Azis, pada Senin (29/12/2025).
Sebagai informasi, sejumlah masyarakat masyarakat di Aceh mendesak penetapan status darurat bencana nasional yang melanda sejumlah wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang diwarnai dengan pengibaran bendera bulan bintang.
Azis menilai, pengibaran bendera tersebut merupakan bentuk kekecewaan masyarakat Aceh terhadap pemerintah pasca perjanjian Helsinki pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.
“Sejarah banyak wilayah pasca konflik menunjukkan bahwa ketika kesejahteraan tertinggal, simbol sering menjadi bahasa terakhir untuk menyampaikan rasa kecewa,” ujarnya.
Karena itu, kata Azis, menjaga perdamaian Aceh tidak cukup hanya dengan pendekatan keamanan. Tetapi bagaimana kehadiran negara untuk memberikan kesejahteraan dan keadilan secara merata.
“Negara perlu hadir secara lebih manusiawi melalui pendekatan kesejahteraan yang konsisten dan berkeadilan,” ucapnya.
Menurutnya untuk menjaga fondasi bagi perdamaian jangka panjang, pemerintah perlu mengintegrasikan ekonomi kepada para mantan kombatan melalui kepastian lahan, memberikan pekerjaan, dan penghidupan yang layak dan bukan sekadar kewajiban administratif.
“Mereka yang merasa memiliki masa depan akan menjadi penjaga damai yang paling tulus,” sambungnya.
Dalam konteks inilah, lanjut Azis, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki momentum penting untuk menuntaskan pekerjaan rumah sejarah.
“Menyelesaikan butir-butir MoU Helsinki yang tertunda bukan hanya soal Aceh, tetapi juga tentang kehadiran negara dalam memenuhi janji kepada warganya,” imbuhnya.
“Negara yang menepati janji akan menumbuhkan kepercayaan; sebaliknya, janji yang terus tertunda hanya akan meninggalkan jarak emosional antara rakyat dan kekuasaan,” pungkasnya.