Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta. Foto: IstimewaTODAYNEWS.ID – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menyoroti ancaman serius fenomena judi online (judol) terhadap keamanan siber dan perlindungan data pribadi warga Indonesia.
Menurutnya, praktik judol bukan hanya soal masalah moral dan sosial di tengah-tengah masyarakat, tetapi juga menyangkut ekonomi dan teknologi.
“Praktik judi online dan penyalahgunaan data saling memperkuat, membentuk ekosistem kriminal digital yang mengancam stabilitas finansial dan keamanan warga negara,” kata Sukamta, Selasa (28/10/2025).
Sukamta membeberkan, berdasarkan data yang dirilis oleh aparat penegak hukum, tercatat bahwa sejak Mei hingga Agustus 2025, terdapat 235 kasus judi online dengan 259 tersangka, termasuk sindikat internasional yang ditangani Polri.
Di beberapa kasus, data pribadi warga Indonesia juga digunakan untuk membuat rekening bodong yang dipakai untuk transaksi judol, memunculkan risiko ganda diantaranya kerugian individu, kebocoran data, dan aktivitas keuangan gelap yang sulit dipantau.
Sementara, berdasarkan data Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan, data per 12 September 2025, penjudi online di Indonesia terdiri atas anak sekolah dasar (SD) hingga tunawisma
Kejagung menyatakan, bahwa anak-anak SD sudah mulai berjudi daring, yakni dimulai dari slot kecil-kecilan.
Sedangkan demografi penjudi daring yang ditangani lingkungan Kejaksaan didominasi oleh laki-laki dengan 88,1 persen atau 1.899 orang, sedangkan perempuan sebesar 11,9 persen atau 257 orang.
Untuk kelompok usia, penjudi daring terbanyak diketahui pada kelompok 26-50 tahun dengan 1.349 orang. Disusul kelompok 18-25 tahun dengan 631 orang, kelompok lebih dari 50 tahun sebanyak 164 orang, serta kelompok di bawah 18 tahun dengan jumlah 12 orang.
Terkait data tersebut, Sukamta pun menyoroti beberapa faktor yang membuat judol semakin marak.
Seperti akses digital yang mudah, sehingga judi online dapat dimainkan dari rumah menggunakan smartphone dan aplikasi mobile. Kemudian, masih adanya kelemahan regulasi teknis.
“Meskipun UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27 Tahun 2022 sudah berlaku, implementasi pengawasan oleh Badan PDP belum optimal, dan mekanisme teknis perlindungan data masih terbatas,” jelas Sukamta.
Pimpinan Komisi Bidang Komunikasi dan Informatika DPR ini menyebut promosi judi online melalui media sosial juga menjangkau generasi muda dengan penetrasi internet tinggi. Sukamta menambahkan, agen judol juga memanfaatkan data demografis dan finansial secara ilegal.
“Dampaknya, privasi dan keamanan finansial warga negara terancam. Sebab, data pribadi dapat disalahgunakan untuk membuka rekening palsu, pinjaman ilegal, atau transaksi keuangan gelap,” sebut Legislator dari Dapil DI Yogyakarta itu.
“Stabilitas sosial terganggu karena generasi muda dan kelompok rentan terjerat praktik judi online, memicu utang, konflik keluarga, dan kerentanan sosial,” imbuh Sukamta.
Di sisi lain, judol juga memunculkan kerugian negara melalui rekening dormant dan aktivitas ekonomi digital yang tidak tercatat. Selain itu, kata Sukamta, efektivitas pengawasan fiskal dan ekonomi digital nasional juga menjadi hal yang perlu diperhatikan.
“Dan menjadi hal yang miris bahwa ada terdapat pemain judol dari masyarakat rentan penerima bantuan sosial (Bansos) dari Pemerintah,” pungkasnya.