TODAYNEWS.ID – Sidang lanjutan kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang yang menjerat eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri yang merupakan mantan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah menghadirkan tiga orang saksi.
Tiga saksi yang dihadirkan adalah para camat di Kota Semarang. Mereka adalah Eko Yuniarto sebagai ketua paguyuban Camat Kota Semarang yang saat itu menjabat sebagai Camat Pedurungan, Suroto Camat Genuk, dan Ronny Cahyo Nugroho Camat Semarang Selatan.
Saksi yang pertama diperiksa yakni Eko Yuniarto. Eko mengaku paguyuban camat rutin menggelar pertemuan, tujuannya untuk mengkoordinasikan apabila ada masukan dari para camat kepada Wali Kota Semarang.
Dalam sidang, Eko membeberkan pernah diperkenalkan dengan suami Mbak Ita, Alwin Basri.
Bahkan ia pernah diminta menghadap Alwin di kantornya. Alwin meminta jatah proyek pengadaan langsung (PL) di tingkat kecamatan, dengan nilai proyek Rp16 Miliar atau masing- masing kecamatan sebesar Rp1 miliar.
Saat itu Eko menganggap apa yang disampaikan Alwin merupakan representasi pernyataan Mbak Ita.
“Waktu itu saya sebagai Ketua Paguyuban atau Koordinator Camat se-Kota Semarang. Menurut kami, apa yang disampaikan Pak Alwin itu representasi Bu Ita. Beliau meminta kepada kami kegiatan proyek pengadaan langsung sebesar Rp16 miliar totalnya,” terang Eko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Semarang, Senin (28/4/2025).
Eko juga bersaksi, pasca dilantik sebagai Wali Kota, Mbak Ita bersama Alwin mengumpulkan para Camat dan juga Kepala Dinas di POJ City kawasan Pantai Marina.
Ia mengungkapkan, jika proyek pengadaan langsung tersebut digarap Martono, yang juga disebut dalam sidang perdana sebagai Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Kota Semarang.
“(Kata Alwin) ‘Nanti yang mengurusi proyek PL saya Pak Martono, Rp 16 miliar yang mengelola Martono’,” bebernya.
Sebelumnya, Mbak Ita dan Alwin didakwa melakukan korupsi dengan cara menerima suap dan gratifikasi yang totalnya sekitar Rp9 miliar. Mereka didakwa dalam tiga dakwaan berbeda.
Pada dakwaan pertama, keduanya disebut sengaja mengondisikan dan menerima fee atas proyek pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun anggaran 2023.
Mereka menerima suap dari Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Kota Semarang, Martono dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar.
Pada dakwaan kedua, Mbak Ita dan Alwin didakwa memotong pembayaran pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Adapun pada dakwaan ketiga, Mbak Ita dan Alwin menerima gratifikasi atas proyek pekerjaan di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.
Kedua terdakwa dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.